Isu pemberdayaan perempuan, adalah isu yang menarik. Lebih menarik lagi jika isu ini muncul di sebuah desa di Bojonegoro yang masih mengalami masalah sanitasi. Super duper menarik lagi, jika bisa dibilang dalam kasus ini perempuan adalah korban sekaligus pahlawan.
Yang paling banyak menerima dampak dari buruknya sanitasi dan sulitnya akses air bersih adalah perempuan dan anak-anak. Dampak dari segi kesehatan bisa dilihat dari kebutuhan perempuan akan kedua hal tersebut yang sangat besar. Setiap bulan mereka mengalami menstruasi yang membutuhkan banyak air bersih untuk membersihkan dirinya sendiri. Apalagi ketika mereka melahirkan, terbayang berapa liter air bersih yang dibutuhkan untuk membersihkan darah, setelah melahirkan dan nifas.
Saya tak bisa membayangkan, jika dalam situasi seperti itu, perempuan-perempuan ini tidak punya akses air bersih yang baik. Atau mereka harus pergi ke kebun atau hutan jika ingin buang air besar, padahal mereka baru saja melahirkan. Bagaimana pula dengan bayi yang baru saja dilahirkan? dengan apa mereka dibersihkan dan bagaimana mereka dijaga supaya selalu bersih dan sehat?
Kecemasan ini ternyata adalah fakta sehari-hari yang masih terjadi di beberapa desa di kota Bojonegoro, Jawa Timur, Indonesia. Dari dua desa yang dikunjungi oleh tim media dan organisasi Water.org, hanya ada dua orang yang sudah memiliki fasilitas sanitasi yang bersih. Ibu Peni, sudah mempunyai kamar mandi dan saluran air bersih yaitu sumur. Sedangkan di desa satu lagi, ibu Reni sudah mempunyai kamar mandi dan jamban, tetapi masih harus mengangkut air bersih dari sendang yang berjarak beberapa ratus meter dari rumahnya.
Yang paling banyak menerima dampak dari buruknya sanitasi dan sulitnya akses air bersih adalah perempuan dan anak-anak. Dampak dari segi kesehatan bisa dilihat dari kebutuhan perempuan akan kedua hal tersebut yang sangat besar. Setiap bulan mereka mengalami menstruasi yang membutuhkan banyak air bersih untuk membersihkan dirinya sendiri. Apalagi ketika mereka melahirkan, terbayang berapa liter air bersih yang dibutuhkan untuk membersihkan darah, setelah melahirkan dan nifas.
Sumur Bersama, Pusat Mandi dan mengambil air yang cukup jauh dari rumah penduduk |
Saya tak bisa membayangkan, jika dalam situasi seperti itu, perempuan-perempuan ini tidak punya akses air bersih yang baik. Atau mereka harus pergi ke kebun atau hutan jika ingin buang air besar, padahal mereka baru saja melahirkan. Bagaimana pula dengan bayi yang baru saja dilahirkan? dengan apa mereka dibersihkan dan bagaimana mereka dijaga supaya selalu bersih dan sehat?
Kecemasan ini ternyata adalah fakta sehari-hari yang masih terjadi di beberapa desa di kota Bojonegoro, Jawa Timur, Indonesia. Dari dua desa yang dikunjungi oleh tim media dan organisasi Water.org, hanya ada dua orang yang sudah memiliki fasilitas sanitasi yang bersih. Ibu Peni, sudah mempunyai kamar mandi dan saluran air bersih yaitu sumur. Sedangkan di desa satu lagi, ibu Reni sudah mempunyai kamar mandi dan jamban, tetapi masih harus mengangkut air bersih dari sendang yang berjarak beberapa ratus meter dari rumahnya.
Komida Bersama Organisasi Water.org Indonesia
Fakta miris sanitasi ini saya dengar dan lihat sendiri ketika mengikuti acara yang diadakan oleh organisasi nirlaba Water.org yang bekerjasama dengan KOMIDA (Koperasi Mitra Dhuafa) untuk mengatasi masalah sanitasi di sebuah desa di Bojonegoro. Alhamdulillah, walau masalah ini nampak mustahil masih terjadi di negeri ini, di abad millenial ini, solusinya sudah ada. Yaitu sebuah jalan keluar yang disediakan oleh Komida.
Komida menyediakan kredit pinjaman uang dengan persyaratan yang mudah khusus untuk perempuan alias ibu-ibu. Jadi bapak-bapak tidak boleh meminjam atau menjadi penanggung jawab pinjaman. Ini menarik ya, karena biasanya di ranah keuangan atau perbankan biasanya memprioritaskan pihak laki-laki sebagai kepala keluarga sebagai penanggung jawab utama dalam pinjaman uang. Atau bisa dibilang, perempuan kurang mendapatkan kepercayaan dan fasilitas jika ingin meminjam uang di lembaga keuangan makro.
Dengan target perempuan, maka Komida pun cerdik melakukan pendekatan yang baik sesuai dengan karakter perempuan juga budaya yang sudah terbentuk di desa tersebut. Komida memanfaatkan budaya kumpul bersama setiap minggu yang disebut Minggon, sebagai momentum untuk sosialisasi, edukasi juga transaksi simpan pinjam keuangan.
Ketika saya ikut dalam prosesi Minggon itu, saya kagum dan terharu. Acara berlangsung dengan sederhana di salah satu rumah penduduk. Dimulai dengan berdoa bersama dengan kalimat-kalimat yang begitu tulus. Petugas humas dari Komida kemudian memimpin acara dengan bahasa daerah yang biasa digunakan di sana. Interaksi terjadi begitu hangat dan ringan, seperti halnya keluarga sedang berkumpul.
Konsep Komida dalam membina perempuan miskin ini menginspirasi saya dan menjadi lebih percaya diri untuk menjadi penggerak komunitas edukasi perempuan utnuk melek teknologi. Jika anda ingin mempelajari lebih lanjut konsep kerja Komida, bisa dilihat di website mereka, mitradhuafa.com
Dengan target perempuan, maka Komida pun cerdik melakukan pendekatan yang baik sesuai dengan karakter perempuan juga budaya yang sudah terbentuk di desa tersebut. Komida memanfaatkan budaya kumpul bersama setiap minggu yang disebut Minggon, sebagai momentum untuk sosialisasi, edukasi juga transaksi simpan pinjam keuangan.
Ketika saya ikut dalam prosesi Minggon itu, saya kagum dan terharu. Acara berlangsung dengan sederhana di salah satu rumah penduduk. Dimulai dengan berdoa bersama dengan kalimat-kalimat yang begitu tulus. Petugas humas dari Komida kemudian memimpin acara dengan bahasa daerah yang biasa digunakan di sana. Interaksi terjadi begitu hangat dan ringan, seperti halnya keluarga sedang berkumpul.
Buku Simpan Pinjam dan Tabungan Jika meminjam, iuran sekitar 22ribu-35ribu rupiah tiap minggu |
Konsep Komida dalam membina perempuan miskin ini menginspirasi saya dan menjadi lebih percaya diri untuk menjadi penggerak komunitas edukasi perempuan utnuk melek teknologi. Jika anda ingin mempelajari lebih lanjut konsep kerja Komida, bisa dilihat di website mereka, mitradhuafa.com