Mindset Berubah Lebih Bermakna Setelah Membaca Buku Astra: on Becoming Pride of The Nation

2 komentar
Books don't change people: Paragraphs Do , Sometimes Even Sentences

Sebuah buku tidak akan bisa mengubah seseorang. Tetapi beberapa paragraf bahkan kalimat di dalamnya bisa mengubah seseorang. Makna quote di atas tepat sekali untuk menggambarkan isi buku Astra: on becoming Pride of The Nation.

Buku ini berisi tentang perjalanan perusahaan ASTRA International yang semua berawal dari usaha kecil, kemudian bisa berkembang pesat menjadi perusahaan multinasional. Gambaran perjalanan yang diberikan adalah bahwa semua itu bukan proses instan. Satu per satu tahapan harus dilakukan oleh pendiri dan semua karyawan yang biasa disebut insan ASTRA, sampai bisa menjadi sukses seperti sekarang.

buku ASTRA: on Becoming Pride of The Nation
buku ASTRA: on Becoming Pride of The Nation


Untuk generasi langgas, generasi millenial yang hidup dalam kondisi teknologi canggih dan terbiasa bergerak cepat sangat perlu membaca buku ini. Banyak studi kasus dan kisah sukses ASTRA yang diangkat di buku ini, bisa jadi landasan berpikir tentang bagaimana bersikap atau mengambil keputusan jika mengalami keadaan yang serupa.

Apalagi kisah manajemen ASTRA yang telah dibukukan ini, mengangkat begitu dalam filosofi CATUR DHARMA sebagai ideologi perusahaan. Jika semula mindset orang memandang bisnis dan perusahaan besar hanya dan hanya berorientasi pada peningkatan omset dan profit. Dengan membaca buku ini, mindset itu akan berubah.

Dalam filosofi CATUR DHARMA, pada dasarnya adalah semua tindak tanduk manusia harus kembali untuk kebaikan manusia lainnya, bahkan dalam bentuk bekerja di sebuah perusahaan. Tidak sekedar mengejar keuntungan material, ASTRA menanamkan kepada semua insannya bahwa perusahaan harus bisa memberikan kontribusi terbaik untuk bangsa.

"Kebesaran Astra bukan pada jumlah profit atau inovasi teknologi baru yang dihasilkan, 
tetapi ketika bisnis baru dan lapangan kerja terus tercipta"


Menjadi sukses bukan untuk dirinya sendiri, hal menakjubkan ini dibangun dan dimulai oleh si Om, panggilan akrab dari bapak William Soeryadjaya, pendiri ASTRA. Kisah hidupnya yang sulit di masa muda, karena menjadi yatim sejak usia 12 tahun, malah bisa menempa ketangguhan dan intuisi bisnis dari pak William.

Terus bisa berpikir dan tekun bekerja di masa sulit, hal inilah yang bisa mengubah mindset generasi muda, bahwa untuk menjadi sukses harus dimulai dengan berbagai fasilitas yang lengkap. Pak William salah satu contoh nyata yang harus diteladani.

Meskipun dalam perjalanan hidup dan bisnisnya, pak William kerap jatuh bangun, bahkan sampai pernah masuk penjara karena difitnah, dia tidak pernah menyerah. Tanpa takut, dia terus membangun bisnisnya. Seperti halnya kisah ASTRA yang dimulai dari perusahaan kecil.

Bersama Kian Tie, adiknya dan seorang sahabat baiknya Liem Peng Hong, pak William membeli sebuah perusahaan kecil yang beralamat di Jalan Sabang No.36, Jakarta. Perusahaan ini diberi nama Astra, yang diambil dari nama Dewi Astrea, dari mitologi Yunani, yang artinya terbang ke langit menjadi bintang.

Awal bisnisnya Astra mengalami kegagalan sampai jutaan dollar Amerika. Namun pak William terus menerus bangkit, bekerjasama dengan Pemerintah dan berbagai pihak untuk mengembangkan bisnisnya. Beralih dari perusahaan manufaktur menjadi perusahaan otomotif karena terbukanya peluang yang ada saat itu.

REDIRECT itu tidak masalah. 

Jika kenyataan yang terjadi tak sesuai dengan tujuan awal kita, tak perlu putus asa. Tak perlu merasa gagal atau bodoh. Lakukan saja seperti yang pak William pilih, yaitu mengubah lini bisnisnya, menyambut peluang yang ada dan bersungguh-sungguh mengembangkan bisnis baru itu. Redirect, mengaatur ulang arah hidup baru dan ditekuni dengan sebaik mungkin.

Pernah suatu kali pak William nekad masuk ke industri baru tanpa penguasaan kompetisi. Hal ini membuat banyak orang sampai geleng-geleng kepala. Namun, otaknya lalu berpikir keras, siapa yang harus didekatinya untuk membantu merealisasikan mimpinya?

"terus berpikir keras dan mencari mitra kerja yang lebih hebat"

Ini adalah mindset yang sangat menarik. Jika ingin merencanakan sesuatu yang besar, jangan patah arang karena merasa tidak yakin atau tidak cukup pintar. Boleh saja mengerjakan sesuatu yang tampak di luar jangkauan namun peluang besar. Untuk mewujudkannya, kita bisa mencari mitra kerja atau pembimbing yang bisa menunjukkan arah mana yang harus dituju agar rencana kita berhasil. 


Ketekunan pun tak selalu langsung berbuah sukses. Ada kalanya terjadi kegagalan dan penolakan dari mitra kerja yang dibidik. Hal ini membuat pak William kembali masuk ke dalam situasi kritis. Untuk mengatasinya, dia berdoa dengan sungguh-sungguh agar diberikan jalan keluar.

"Terkadang kita menganggap kemampuan diri terlalu hebat dan melupakan khasiat DO'A"

Saya terperangah beberapa kali ketika membaca lembar demi lembar buku ini. Sama sekali tidak menyangka bahwa perusahaan sebesar ASTRA dibangun setapak demi setapak. Yang ada di kepala saya, pebisnis biasanya hanya fokus untuk mengembangkan usaha, karena profit. Ini karena informasi dari media yang pernah saya baca.

Sedangkan ASTRA, tidak hanya itu. Perusahaan ini sangat berkomitmen menjadi bagian dari kemajuan bangsa Indonesia dengan berbagai program. Salah satunya adalah program pengentasan kemiskinan melalui pendidikan, yang ditulis pada halaman 423 di buku ini. 

Yayasan Pendidikan Astra Michael D. Ruslin (YPA-MDR) mempunyai visi membantu sekolah tingkat dasar dan menengah di daerah pra-sejahtera. Programnya dalam bentuk pengembangan SDM, kurikulum dan manajemen sekolah yang profesional. Tujuannya adalah agar para siswa mampu meningkatkan kualitas hidup, serta memiliki karakter yang didasarkan pada nilai luhur bangsa Indonesia. Hingga tahun 2015, YPA-MDR telah membina 50 sekolah yang tersebar di seluruh Indonesia. 

Sungguh menakjubkan kiprah ASTRA untuk kemajuan bangsa ini. Untuk kita yang belum mempunyai perusahaan sebesar ini, terus menanamkan mindset bahwa setiap tindak tanduk kita adalah juga untuk bangsa, adalah hal yang sangat bagus. 

Dalam buku ini, tujuan ASTRA 2020 "Pride of The Nation" merupakan wujud ASTRA membantu pemerintah dalam membangun negara, agar maju dan bisa sejajar dengan negara maju dan besar lainnya. Kita pun perlu juga menanamkan semangat menuju kebanggan bangsa: on Becoming Pride of The Nation, dalam segala tindak tanduk.

Buku setebal 518 halaman ini yang ditulis oleh Yakub Liman, yaitu orang yang pernah memimpin Astra Management Development Institute (AMDI) pada tahun 2000-2008. Untuk menulis buku ini, dilakukan riset dan wawancara mendalam selama lebih dari setahun. Hasilnya adalah buku yang berisi pokok bahasan praktik manajemn dan kepimpinan insan Astra, dan diharapkan menjadikan sumber ilmu dan inspirasi bagi generasi muda bangsa. 

Sungguh beruntung ada buku ASTRA: on Becoming Pride of The Nation yang memberikan saya semangat lebih tinggi lagi untuk bersungguh-sungguh berbuat sesuatu. Tidak ada kata terlambat untuk berbuat hal baru. Sama halnya seperti pak William yang masih bersemangat membangun bisnis baru di usia 70 tahun (hal.2). Buku ini rekomended banget untuk dibaca siapa saja, apalagi menjadi harta benda dalam keluarga. 

Selamat ulang tahun ke 60 ASTRA, semakin sukses, berjaya dan semakin bermanfaat untuk bangsa.

Semoga menginspirasi,


Heni Prasetyorini 

Anak Gamer Jadi Santri Programmer

9 komentar

Game. Gamer. You Tuber dan segala sebutan lain yang kesannya hanya main-main itu, sering menjadi momok bagi orang tua. Di segmen Millenial Motherhood kali ini, saya ingin berbagi cerita. Juga berbagi pengalaman, bahwa hal yang dianggap momok itu sebenarnya saya anggap momok juga. Wajar. Namun, saya tidak memilih jalur melenyapkan momok, melainkan cara lain.

Sebelum melanjutkan tulisan, saya sampaikan semacam disclaimer. Mungkin nanti yang saya tulis akan jauh berbeda dengan prinsip yang anda anut atau yang anda terapkan dalam keluarga anda sendiri. Untuk menghindari polemik dan segala bentuk medsos-war yang mungkin terjadi, maka saya mengajak masing-masing dari kita berlapang dada terhadap perbedaan.

Jika paparan saya nanti ini baik, silahkan diambil. Jika tidak, harus anda tinggalkan. Oke, sepakat ya :)

Anak saya gamer? iya.
Anak saya kecanduan game? bisa iya, bisa juga tidak.

Singkat cerita, saya punya dua anak laki-laki. Keduanya sudah menjelang remaja. Untuk tulisan kali ini, saya angkat cerita tentang anak pertama saya. Panggil saja dia, Maldoz. Itu nickname yang dia buat sendiri untuk profilnya di dunia maya.

Waktu umur 3 tahun, tanpa diajari siapapun, dan hanya dengan mengamati, Maldoz ini bisa mengganti screen saver layar komputer. Itu sekitar 11 tahun yang lalu. Sejak saat itu kecintaan bermain game, atau mengerjakan apapun di depan layar komputer mulai nampak.


Bakatnya pun mulai terasah dengan sendirinya. Dan semuanya itu berasal dari kegemarannya bermain game. Sudah beragam cara saya dan suami mengusahakan agar anak ini berhenti sama sekali bermain game. Bahkan berhenti sama sekali menggunakan komputer.

Sebenarnya mustahil bisa berhasil, karena saya dan suami bekerjanya menggunakan gadget, baik itu komputer maupun smartphone.

Untuk meminimalisir efek negatif, kami sepakat hanya menyediakan komputer atau laptop untuk bermain game. Tidak akan ada PS atau Nitendo di dalam rumah kami. Juga aturan jenis game yang dimainkan serta waktu bermainnya, semua kami bicarakan bersama anak.

Hidden agenda dari aturan ini adalah siapa tau berangkat dari suka main game, nih anak akan tertarik melakukan hal lain di komputer. Misalnya menggambar atau menulis. Sesederhana itu.

Selain memberikan aturan itu, saya pribadi, sebagai ibunya anak-anak, berusaha keras untuk masuk ke dalam hati anak. Dengan segala cara saya ajak mereka ngobrol, bicara, curhat tentang apapun. Tidak hanya tentang keinginan saya melarang mereka main game. Ngobrol ngalor ngidul lah pokoknya.


Setelah antara ibu dan anak sudah KLIK dan saling percaya, barulah pelan-pelan saya masukkan "doktrin" kepada anak-anak saya. "Doktrin" itu adalah:
 percuma jika cuma jago main game. Kalian juga harus jago bikin game.
Dari sini, saya mulai tekankan pentingnya menjadi KREATOR daripada sekadar menjadi PENGGUNA.

Mulailah hati anak saya tergerak. Agar antara saya dan dia tetep nyambung, kami harus satu bahasa. yang dia tahu, saya harus tahu, begitupun sebaliknya. Maka ketika membeli 2 buku tentang gamer, saya pun membaca bareng anak saya.


Buku itu adalah:
  1. Gamers Juga Bisa Sukses
  2. Awas Anak Kecanduan Games

Waktu itu, si Maldoz masih sekitar kelas 3 SD, namun sudah saya minta baca buku "seberat" itu. Buku motivasi dan buku parenting.

Hal kedua yang saya lakukan adalah gerilya dengan blusukan ke dunia para pembuat game. Maksud hati sebenarnya ingin bertanya dan melihat langsung tentang dunia gamer itu sebenarnya seperti gimana sih?

Bahkan sampai saya ikutan BEKRAF DEVELOPER DAY yang diselenggarakan di Surabaya beberapa waktu lalu itu. Lalu bersama anak sulung saya, si Maldoz ini join ke kelas Game Developer, kelasnya pembuat game.



Maldoz ini sama sekali tidak bisa lepas dari game satu hari pun. Jika listrik mati atau internet wifi mati, dia akan beralih melakukan hal lain asal di depan komputer, laptop atau ponsel. Bisa dibilang sama sekali tidak bisa lepas dari layar.

Apakah saya dan suami tidak cemas?
Jawabannya SANGAT CEMAS. 

Prestasi sekolahnya, cukup mencengangkan dengan ritme seperti dia. Pernah juara satu paralel. Hampir selalu juara kelas atau masuk the best 5 sampai the best 10. Padahal kalau sudah sampai rumah, tidak mau lagi mengulang pelajaran. Dia berkomitmen untuk serius belajar di kelas dan di sekolah. Kalau di rumah, khusus untuk game dan hal lain.

Hal lain yang bisa dipelajari Maldoz secara otodidak juga tak kalah mencengangkan saya dan suami. Dia bisa desain grafis, video editing, membuat logo, animasi. Juga berkolaborasi dengan desainer grafis dari luar negeri melalui deviant art dan email. Amazing.

Antara ketergantungannya terhadap layar serta prestasi akademisnya berbanding lurus. Kami sering mati kutu dan tidak tahu harus bagaimana lagi mengendalikannya. Hal yang mencemaskan adalah Maldoz semakin meninggalkan kehidupan sosial di luar aktivitas sekolah. Di rumah, di lingkungan perumahan, dia sama sekali tidak mau lagi berbaur. Bahkan untuk urusan keluarga besar, baginya tak penting lagi. Masih lebih penting berkolaborasi main game dengan teman lainnya.

Karena kecemasan ini dan kewalahan inilah maka saya dan suami mempertimbangkan anak saya untuk masuk pondok pesantren. Dan alhamdulillah wa syukurillah, kami sekaligus dipertemukan dengan ponpes yang menyediakan sekolah pemrograman untuk jenjang SMA.

Sekolah itu adalah SMK Telkom Darul Ulum yang ada di bawah naungan Pondok Pesantren Darul Ulum Peterongan Jombang.

Beberapa saat menjelang Ujian Nasional kelas 9 SMP inilah kami baru mendapatkan informasi adanya sekolah tersebut. Tanpa menunggu lama, kami pun melakukan obrolan yang sangat intensif dengan Maldoz, anak sulung kami itu.

Kami bicarakan panjang lebar tentang kecemasan kami. Tentang besarnya potensi minat bakat dan kecerdasannya. Tentang terbentangnya peluang lain bekerja dalam ridho Alloh SWT jika dia menekuni jalur kesukaan terhadap game menjadi pelajar di bidang pemrograman. Dan banyak hal lain yang terus kami bicarakan. Sampai akhirnya anak saya itu sepakat sekolah di Jombang.

Jadi beginilah, sekarang, anak saya yang gamer itu telah resmi menjadi Santri Programmer.

Semoga dalam studinya dan hasilnya kelak mendapatkan barokah untuk kebaikan, kebaikan dan kebaikan di dunia dan akhirat. Amin.

Masih banyak sekali hal yang ingin saya bagi, terkait menghadapi atau membesarkan dua anak lelaki kami di era digital ini. Terutama terkait dengan game, karena kalau punya anak perempuan mungkin tantangannya pada hal lain ya :)

Insya Alloh akan saya teruskan sharingnya melalui segmen Millenial Motherhood. Jika ada yang ingin ditambahkan atau ditanyakan, saya tunggu di komentar blog. Atau bisa langsung menuliskan email kepada saya, di: heni.prasetyorini@gmail.com.

Berikut saya berikan podcast dari soundcloud bagi anda yang lebih nyaman "membaca" secara audiotorial.

Semoga yang saya sampaikan bisa menjadi wawasan kebaikan untuk anda dan keluarga.

Salam,


Heni Prasetyorini

Top 5 Colourful and Creative Ladies

6 komentar
Colourful Creative Ladies 
Warna-warni selalu bisa memberikan energi. Tapi tak semua orang berani memadupadankan warna, motif, corak dan gaya berpakaian yang lain daripada yang lain. Orang-orang seperti ini, biasanya punya tingkat kreatifitas yang tinggi, sekaligus imajinasinya di luar dugaan orang awam (seperti saya).

Melihat instagram feed pribadi mereka, komposisi warna, konsep cerita, padu padan outfit dan properti begitu mengesankan. Saya seperti cuci mata bahagia kalau sedang stalking foto, desain dan video mereka yang unik ini.

Dari semua orang yang memang lahir dengan anugerah kreatifitas tersebut, saya punya pilihan 5 besar. Berikut profil singkat mereka.



1. Diana Rikasari


Orang sering heran kalau saya mengidolakan Diana Rikasari dan semua brand fashion yang dia ciptakan. Mungkin umur beda jauh ya? dan saya malah seringnya tampil dengan earth tone colour yaitu hitam, abu-abu, coklat, coklat, coklat dan coklat hehehe. Tapi itu dulu. Karena di masa depan, saya ingin menuruti kata hati terdalam ini yang jatuh cinta pada semua warna. Apalagi warna bold dan gonjreng.

Seperti halnya mbak, eh adek Diana ini. Stalking instagramnya di @dianarikasari selalu bikin saya heppi. Warnanya bagus, captionnya santun. Yes, she always share good vibes only. 

Dari Diana inilah pertama kalinya saya ketemu orang yang berani main tabrak warna. Dan itu bagus. 


2. Ghaida


Urutan kedua instagrammer yang saya idolakan adalah Ghaida, putrinya Aa Gym, da'i Indonesia yang waktu di Bandung sering saya ikuti pengajiannya. Sampai ikutan mabid (malam ibadah) juga deh di pondok Daarut Tauhid Geger Kalong Girang Bandung. Walah walah, jaman jadi mahasiswi saya sering melakukan wisata hati rupanya. Bismillah jadi amal penarik hidayah, semoga, amin.

Dek Ghaida ini jelas shalihah banget. Saya ikuti sejak jaman dia ngeblog deh, lalu bikin clothing sendiri dengan brand Gda's Gallery. Baju rancangannya lebih ke warna pastel. Semakin ke sini, warnanya semakin beragam. Ada bold juga. Ada warna berani juga seperti di foto. Mungkin itu efek juga dari anak lelakinya yang kembar dan lucu itu ya? 

Mamah muda dengan 4 anak ini kreatif dan aktif di instagram. Kalau stalking IG-nya di @gdaghaida saya jadi seru sendiri, kadang juga terharu. Captionnya sering memberikan tausiyah yang baik untuk jiwa. Jadi disini bisa cuci mata cuci hati gitu deh. 

Yang bikin amazing, si teteh ini aktif banget walau harus kesana kemari dengan 4 anaknya yang masih kecil-kecil, bahkan ada yang masih bayi. Kuaat kuat kuat deh ya teteh. Kalau mbakyu-mu ini udah ngerasa encok duluan ngelihat kamu nggendong bayi kesana kemari sambil poto-potoan, hehehe.

Pokoknya mbak doakan ya, bisnisnya sukses. Kalau makin sukses kan bisa makin banyak merekrut tenaga kerja. Apalagi tim kerjanya dari perempuan muslimah. Wis dobel super duper nanti rejekinya. Semoga barokah dan rejekinya bisa nular ke saya, #eh.


3. Hilda Ikka



Posisi ketiga di tempati oleh Hilda Ikka. Coba kepoin instagramnya di @newhildaikka dan blognya sekalian deh. Lalu baca tagline blog di headernya. Lucu pastinya. Ayo capcus dulu kesana. Nanti kita ngobrol lagi setelah kalian balik.

Oke, lanjut. Ikka ini, teman saya sendiri. Alias kenal gitu. Dia blogger, lebih tepatnya Lifestyle Blogger. Hal teristimewa yang saya tangkap dari Ikka adalah keberaniannya, kreatifitasnya dan ketulusannya dalam berkarya. 

Perempuan yang berani nikah muda ini, malah semakin melesat ide imajinatifnya setelah resmi berumahtangga dengan "muffin" julukan suaminya. Ketrampilan fotografi dan desain grafisnya semakin bagus juga (diajari suaminya sih kayaknya hehehe). 

Saya suka model orang yang berani tampil apa adanya kayak Ikka ini. Good work girl. Kalau udah longgar dari tugas kuliahmu, terus berkarya yang lebih unik lagi ya. Aku menunggu :)


4. Sara


Nah, profil ke-4 dan ke-5 ini, saya nggak kenal sama sekali *LOL. Mereka adalah profil yang saya dapatkan setelah stalking orang yang di-follow oleh Diana Rikasari. 

Setelah saya buka Ig-nya mbak Sara ini, di @saraisinlovewith ternyata beliau adalah blogger yang "aneh"nya memang saya cari. Rambutnya di cat pink, waduh bikin saya kepikiran melakukan hal yang sama buat nutup uban yang mulai mengembang nih hihihi. Tapi ya apa pantes kalau kulit wajah saya sawo matang di pohon kayak gini? *halah ngelantur. 

Sudah stalking instagramnya? coba deh mampir kesana. Bagus, warna warni, bersih, kreatif. Captionnya singkat namun lucu dan ngena. Yang dia mention juga unik-unik produknya.

Uniknya banget tuh, dia suka juga dengan Flamingo. Dianarikasari juga suka flamingo. Yang mereka follow juga pada suka warna pink dan flamingo. Ulalala, ternyata banyak juga manusia di bumi ini yang suka kedua hal itu ya. Baru tau saya. 

Kirain yang bikin demen cuma lipstik diskonan, tas gratis dari giveaway dan turunnya harga garam. *eh udah ah :)


5. Patricia



Yang terakhir dan pasti bisa mengguncang ketenangan jagad maya milik saya adalah Patricia. Saya nemu profilnya di feed Sara.

Amazing book... dari usianya dijamin ini udah diatas 50 tahunan. Tapi coba lihat kombinasi outfitnya. Juara lalalala. Beliau memang fashion designer. Karyanya bikin nganga. Apalagi karya bonnetnya yang dipasang sebagai hiasan di kepala itu, ada yang panjang menjuntai seperti yang biasa dipakai Jember Carnival. 

Yang bikin lebih kaget lagi adalah, Di instagram @purelypatricia miliknya, sering di-share kegiatan olahraga atau nge-gym. Aduh kalah bangeet sayaaa, yang olahraganya cuma melibatkan jari jemari tangan. Maluu malu. 

Pantesan Patricia ini kelihatan energik banget walau udah masuk usia senja. 

Kesimpulannya dari Top 5 Colourful and Crative Ladies ini adalah kreativitas itu tidak ada batasan. Daya tarik utama adalah ketulusan dan passion yang memang sudah ada terpatri dalam hati pelakunya. Jadi, nyentrik cuma demi eksis jadi selebgram padahal karakter aslinya beda, kayaknya nggak akan terlalu menarik atau bertahan lama.

Yang masih berputar-putar di benak ini adalah, saya pantes nggak ya kalau nurutin kata hati pengen tampil lebih warna-warni?

Bagaimana menurut anda?