Tampilkan postingan dengan label biografi. Tampilkan semua postingan

Refleksi Akhir Tahun 2021

Tidak ada komentar


 

Tahun ini sepertinya ragam peristiwa terjadi, walau saya dan keluarga tetap ada di dalam rumah saja sejak pandemi tahun 2020. Jadi terhitung sudah 2 tahun kami "bersemedi" di rumah. 

Seingatnya, saya coba merefleksikan pengalaman hidup ini. Jujur saja, sejak virus COVID-19 dinyatakan resmi masuk di Surabaya, tidak ada keteraturan yang bagus untuk menulis jurnal kehidupan sehari-hari, karena waktu dan energi habis untuk bertahan dan membuat kondisi rumah baik-baik saja dan biasa-biasa saja. 

Ketika selesai lulus dari Apple Developer Academy Indonesia di Surabaya, bersama Universitas Ciputra, tepat di akhir tahun 2020, saya berpikir keras tentang karir dan pekerjaan untuk diri saya sendiri. 

Ibaratnya sudah mencoba ini itu, sejak lulus kuliah S2 tahun 2015, rasanya belum mendapat pekerjaan dan penghasilan yang tetap. Masih belum ajeg, belum mantap, belum mapan atau belum yakin hati ini akan menekuni bidang yang mana. 

Menjadi programmer atau developer, membuat ios apps, tentu saja mustahil. Wong masih belajar di Apple dev aja saya bisa dibilang bengong melulu, nggak paham-paham cara kerja Swift programming. 

Sebaliknya, jika mendaftar menjadi pegawai di startUp atau warehouse dan semacamnya, tentu mundur teratur, kebayang bakal berantakan rumah tangga saya, kalau satu-satunya perempuan di rumah harus pergi kerja keluar rumah dari pagi sampai sore. Halah udah nggak usah ngadi-ngadi. 

Maka di akhir tahun 2019 itu saya putuskan menghidupkan kembali kelas belajar di balik nama Kelasku Digital. Sampai awal tahun 2020 niatnya akan membuka kelas di beberapa tempat. Bahkan sudah melobi beberapa Kepala Sekolah dan juga pemilik coworking space. Sempat juta teman dari geng startUp menawarkan sebuah coworking space baru di mall dekat rumah, kawasan Surabaya Barat, tugas saya adalah mengisinya dengan beraneka kegiatan dan pelatihan. Tentu saja semua rencana ini sangat indah, sesuai harapan dan angan-angan. Yang kemudian dipatahkan oleh pandemi. 

Sempat bingung, dan terbilang nekad ketika memutuskan untuk mengubah rencana menjadi bentuk ONLINE. Baik itu kelas online maupun kegiatan lainnya. 

Nekad karena saat itu wifi di rumah masih pakai Speedy, dengan kecepatan 20mbps, bayarnya per bulan nggak sampai dua ratus ribu rupiah. Kebayang lemotnya. 

Untuk gadget sih sudah aman banget. Kan masih dipinjami macbook gede dan juga iphone. Keduanya sangat mumpuni dibuat kerja. 


Alhamdulillah tak disangka kelas online saya berjalan baik. Terutama kelas coding untuk anak-anak. Dari sinilah, titik balik kembali berlaku. 

  1. Awal tahun 2020 membuka kelas online coding untuk anak-anak dan berjalan baik.
  2. Awal tahun 2021 ada berbagai pihak yang ingin bekerjasama. Dimulai dengan PKBM Bina Kreasi Bangsa yang ada di Jakarta. Sudah hampir setahun akhirnya membuka kelas Fun Coding, yang diajar oleh saya. 
  3. Ada lagi Homeschooling Kak Seto Surabaya yang memulai kerjasama untuk kelas coding. Semoga saja bisa jangka panjang. 
  4. Mikaza Sukaza School Surabaya, sebenarnya sangat ingin bekerjasama secara real. Namun ada aja kendalanya. Terutama jarak dan waktu antara saya dan pendirinya. Masih belum berjodoh bertemu bersama dan merumuskan program apa yang cocok. 
  5. Dengan SD Khadijah 3 Surabaya, rencana berhenti karena pandemi. Dan mungkin bisa dimulai lagi perlahan ketika kelas tatap muka sudah dianggap benar-benar aman. Karena di sekolah ini masih kesulitan jika memilih untuk bekerjasama secara online. 
Itu adalah pencapaian di segi pekerjaan. Yang bisa dibilang sudah tampak menjadi karir mapan yang saya pilih, sekaligus bisa menjadi usaha keluarga. Atau minimal kegiatan saya dan suami sampai tua nanti. Cukup di rumah saja, bisa membuat lapangan pekerjaan. 

Ada beberapa hal yang tak terduga terjadi selama 2 tahun ini. Yang paling mengejutkan adalah tiba-tiba kami bisa membeli rumah baru kedua kami, yang posisinya pas di sebelah rumah lama. Jadi dua nomor rumah berjejer, sudah sah dan lunas menjadi milik kami. 

Bahkan di angan-angan saja tidak pernah terlintas sebelumnya. 
Alhamdulillah buah dari ketekunan bekerja, menabung dan menahan diri dari semua kegiatan hura-hura bertahun-tahun ini membuahkan hasil. 

Anak sulung, alhamdulillah diterima di kampus negeri tanpa tes, berkat prestasinya. Dan walaupun kuliah hanya secara online sejak 2020, bisa berprestasi juga. Menjadi rangking 1 di kelas. Tim game developernya menjadi finalis dan sepertinya akan dibina menjadi sebuah startup game developer oleh pihak kampusnya. Yang penting adalah motivasinya tidak kendor sama sekali walaupun sebagai anak cowok muda harusnya lagi seneng-senengnya kumpul sama teman-temannya di kampus. Ini ke kampus cuma 3 kali dan itu hanya untuk mengurus proses ikut lomba membuat game. Kasihan amat si bocah. 

Anak kedua, perlahan namun pasti menemukan kembali minat dirinya. Yang sempat naik turun, bingung nggak jelas. Akhirnya untuk saat ini disimpulkan kalau dia ingin menekuni bidang menggambar dan juga bisnis. Dan ada impian juga kuliah di luar negeri, khususnya di Khazakastan, sejak saya ceritakan peluangnya setelah ikut obrolan bareng alumni Kimia ITB, sebelumnya. Mungkin berjodoh belajar dan bekerja di sana, Bismillah saja. Kedua adik kakak, anak-anak saya berangkat ke sana, juga boleh. Biar puas jauh dari ibu bapaknya dan menemukan jati diri dan ritme hidupnya sendiri. Kasihan bertahun-tahun berdiam di rumah karena pandemi. 

Saya pribadi mengalami naik turun kehidupan. Ada rasa semangat, kadang jenuh, kadang capek. Namun tak berhenti mengeksplorasi diri. 
  1. Biar aneh, bangga juga bisa sempat fyp di tiktok dan mendapat follower 8ribuan saat ini. 
  2. Terbuka dengan pembayaran internasional yaitu payoneer dan paypal. Walau ada drama ga bisa narik duitnya di udemy, karena nggak ngeh cara kerjanya. Namun dengan punya paypal jadi bisa daftar di TpT (TeachersPayTeacher) dan sepertinya juga nanti untuk daftar Etsy. Yang untuk payoneer bisa dialihkan ke affiliasi marketing internasional sepertinya, amazon mungkin. 
  3. Bisa membeli tablet bekas merk Samsung Galaxy A10 berukuran 10 inch, seharga 2,9 juta. Dan mendapatkan barang yang bagus dan awet baterainya. Bangga karena bisa memutuskan sendiri, membayar sendiri dengan uang hasil keringat sendiri dan hasilnya juga bagus. 
  4. Menghias rumah baru dengan uangku sendiri. 
  5. Mempunyai meja kerja dan beberapa rak buku yang bagus. 
  6. Sering rada khilaf saat beli buku banyak, sampai total bisa habis 3 jutaan kali ya. Hiks hahaha. Tapi nggak sempat baca sampai tuntas. Tapi yakin akan menekuninya, karena mewajibkan diri menjadi penulis. Mau tidak mau, indie ga indie, buku harus terbit. Target sih ke penerbit mayor. 
  7. Kemampuan memasak semakin bagus
  8. Sudah bisa mengendalikan rasa perih akan masa lalu, dengan menerima dan memaafkan dan menganggapnya bagian dari sejarah kehidupan. Yang masih bikin perih nanti dijadikan bahan tulisan saja. Masih menguntungkan. 
  9. Alhamdulillah sekeluarga semakin sehat wal afiat. Walau suami sempat kena positif beberapa hari. Sekarang sudah normal semua dan makin sehat. 
  10. Hubungan dengan suami dan anak-anak semakin membaik. 
  11. Keinginan hidup tenang, mengeliminasi hal-hal yang membuat tidak tenang hati, cukup membanggakan. Berani untuk mengatakan tidak dan pergi. Ini sebuah prestasi. 

Lalu apa yang akan direncanakan untuk di masa depan?
  1. Memperbaiki ketenangan dalam sholat dan ingin mulai tirakat puasa juga sebisanya
  2. Ingin lebih telaten lagi menutup aurat untuk keluarga atau pas di area rumah
  3. Sudah tidak gelisah lagi di acara keluarga, sudahlah, keep silent dan menerima saja apapun yang terjadi. Dan tidak perlu berperilaku berlebihan demi ingin menunjukkan sedang baik-baik saja. Sudah di posisi tidak perlu membuktikan apapun kepada siapapun lagi. Cukup. 
  4. Fokus banget ingin nirakati anak. Rasane dadi ibu jik rodok santai banget olehe tirakat. Tapi ya alon-alon. 
  5. Ingin banget MENULIS BUKU cetak dan diterbitkan oleh Penerbit Elexmedia Komputindo. Menulis buku tentang coding dan kelas digital. Bismillah. 
  6. Ingin juga menulis buku cerita anak dan novel living book untuk anak. 
*tulisan ini belum selesai








Menjadi Tutor DTS Kominfo Thematic Academy

Tidak ada komentar

 


Menjadi Tutor Front End di program Thematic Academy DTS Kominfo, 2021, bersama Rakamin





Lalu mendapatkan ide membuat Podcast ini: https://open.spotify.com/episode/0LqLgIJeo8Bhgl2RruiYkv


Alasan Kuliah di Jurusan Kimia FMIPA ITB Yang Jauh dari Keluarga di Surabaya

20 komentar
Sebenarnya seperti halnya impian jamak anak-anak kecil di tahun 90-an adalah menjadi dokter. Maka kuliah di jurusan kedokteran termasuk sebagai cita-cita di dalam kepala saya waktu kecil, bahkan sampai SMA. Saya yakin bisa tembus ke jurusan ini, karena sejak kecil pula nilai rapor saya cukup bagus. Langganan rangking dan juara kelas. Bukan semata berotak cerdas atau pintar, tapi sejatinya saya memang anak yang diberikan titipan bakat untuk suka belajar. 

Sampai suatu saat ketika program analisa masuk jurusan apa di sebuah bimbingan belajar, pemilik bimbel yang menjadi konsultan juga saat itu memberikan pandangan yang berbeda. 

Dari beberapa hasil try out saya menunjukkan nilai yang tinggi di berbagai mata pelajaran, termasuk matematika, kimia, bahasa Indonesia, fisika dan bahasa Inggris. Nah yang jelek atau nggak terlalu bagus adalah nilai biologi. 

Pak konsultan bimbel lalu memberikan komentar begini, "Kamu ingin masuk kuliah kedokteran? tapi nilai biologinya rendah gini. Yakin kamu? kuliah kedokteran itu banyak hafalannya bukan hitungannya. Tapi matematika kamu tinggi gini kan. Coba pikir lagi. Kuliah kedokteran itu lama banget baru bisa menuai hasilnya. Butuh 14 tahun baru balik modal. Mulai kuliah kedokteran umum, lalu praktek pengabdian, trus kuliah lagi kedokteran spesialis. Panjang. Butuh bertahun-tahun dan butuh uang yang banyak."

Okay that's it. Demi kalimat terakhir itu yang mengurungkan niat saya untuk ngeyel mendaftar di jurusan kedokteran. Kasihan bapak yang pensiunan tentara sudah bertahun-tahun. Nanti ibu bakal seperti apa kerja jungkir baliknya untuk menutup biaya kuliah di kedokteran. Kuliahnya lama juga mungkin aku tidak tahan, apalagi banyak hafalan. Iya sepertinya konsultan bimbel itu benar. 

Singkat cerita, ketika mendaftarkan UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), saya pun memutuskan memilih jurusan Kimia. 



Alasan sederhana waktu itu adalah saya suka warna-warni. Kalau memilih jurusan Matematika atau Fisika nanti hanya ketemu angka-angka, membosankan. Kalau kimia kan nanti ada larutan, batu kristal dan reaksi kimia yang melibatkan juga warna-warna. 

Pilihan mendaftar kuliah saat itu adalah:
Pilihan 1 = Kimia FMIP ITB
Pilihan 2 = Kimia FMIPA ITS

Dua-duanya jurusan Kimia. Iya sengaja biar tidak repot juga dan hasil dari analisa pak konsultan bimbel tadi juga. Saya memilih jurusan yang kira-kira bakal tembus dan lolos masuk kampusnya. 

Ketika berkas mendaftar UMPTN sudah saya serahkan, yang waktu itu diurus kolektif oleh bimbel, jadi bukan sekolahan SMA yang mengurus gitu. Intinya saya sendiri yang mendaftar dan mengurus sendiri semuanya tanpa didampingi orang tua, saudara atau guru. 

Ketika mendengar saya hanya memilih jurusan Kimia, kakak laki-laki ketiga saya protes, kenapa saya tidak memilih jurusan Farmasi saja. Alasannya kalau sudah lulus nanti bisa bikin apotek sendiri, lebih jelas pekerjaannya. 

Saya waktu itu kaget juga dengan komentarnya kok baru muncul, lah kemarin ke mana aja mas?
Tapi sudah terlanjur, ya saya jawab aja apa adanya. 

"Kalau daftar ke farmasi, aku gak lolos mas, nilai passing grade ku gak nututi."

Dan ketika ditanya kenapa milih Kimia, nanti nggak jelas pekerjaannya. Aku pun menjawab kalau cita-citaku ingin menjadi dosen atau peneliti di laboratorium kimia. Dan itu memang benar adanya. 

Eh lalu kenapa harus ke ITB?
Ke Bandung? gak ke ITS aja langsung gitu kuliahnya, kan enak dekat dengan keluarga di tanah kelahiran Surabaya, ya kan?

Entahlah, saya waktu itu pengen menantang diri sendiri saja. Ingin merantau. Sekalian untuk memacu diri sendiri lebih baik tanpa intrik-intrik orang dekat atau keluarga yang masih menganggap saya anak perempuan cengeng dan nangisan hahaha. Nekad amat dah. Padahal saya tidak punya keluarga dan kenalan sama sekali di Bandung atau bahkan Jawa Tengah. Udah berani aja loncat dari Jawa Timur ke Jawa Barat.



Dan begitulah, akhirnya, atas takdir jalan dari Allah SWT saya diterima di jurusan Kimia ITB. Ibu saya yang sesaat setelah mendaftar, menangis tiap hari dan berdo'a supaya saya batal atau tidak diterima di kampus yang jauh, kali ini do'anya tidak manjur. Huuuu...so sad mendengar cerita ini kemudian. 

Tapi orang tua dan keluarga saya tidak terlalu baper melepas saya merantau jauh ke Bandung. Karena udah ada pengalaman 3 tahun waktu SMA jauh dari Surabaya, ketika menemani ibu kembali ke Jombang, kota kelahiran ibu yang berjarak 2 jam dari Surabaya itu. Bahkan waktu kelas 3 SMA saya benar-benar sendirian di rumah selama satu tahun dan sempat berpindah ke rumah saudaranya ibu demi keamanan diri jika terus sendirian di rumah ibu yang asli. Demi bisa belajar juga tiap hari biar lolos UMPTN dan bisa tembus masuk ITB. 

Dan kenapa juga ITB? kenapa bukan UGM atau UI?

Entahlah  kalau diingat, saya dulu tak terlalu risau dengan predikat kampus favorit. Mungkin ini termasuk jadi bagian pengaruhnya, jadi waktu kelas 3 SMA ada kunjungan dari alumni SMA yang sudah kuliah di ITB. Sedikit ceritanya menarik hati. Terutama kota Bandung yang dingin dan makanannya enak-enak. 

Sejak lahir saya tinggal di Surabaya, kota metropolitan yang padat dan panasnya minta ampun. Jadi pengen banget ke kota Bandung yang sejuk dan adem itu. 

Nah, sederhana bukan alasan masuk kuliah di jurusan kimia ini?

Nggak banget deh dengan analisa ala anak masa kini. Receh banget mbak Heni. Lah itu kenyatannya. Dan ketika saya sudah kuliah, terbukti deh kalau pak konsultan bimbel itu benar. Mending saya ambil jurusan Matematika. 

Kenapa?
Karena di jurusan kimia selama kuliah 4 tahun itu, nilai mata kuliah di transkrip akhir saya untuk Kalkulus dan Matriks Ruang Vektor (pelajaran matematika) adalah A dan AB. Sedangkan nilai mata kuliah terkait kimia malah beragam mulai A,B,C dan D. 

Iya serius, di transkrip saya, nilai Kimia Analitik saya D. Yang menyebabkan IPK saya menjadi 2,98. Hanya butuh 0,02 aja untuk menjadi bulat 3. Ya ampun sayaa....

Lalu setelah lulus, kerja apa?

Tunggu postingan selanjutnya, mungkin akan jadi topik baru di Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog.