Tampilkan postingan dengan label portfolio. Tampilkan semua postingan

Resmi Menjadi Presiden Komunitas Coding Mum Indonesia

7 komentar
Sejak akhir tahun 2018 kemarin, saya resmi menjadi Presiden Komunitas Coding Mum Indonesia. Hal ini menjadi peristiwa yang sangat bersejarah buat saya, keluarga dan para pegiat Coding Mum di Surabaya. Sama sekali tidak menyangka, akhirnya suara terbanyak jatuh pada nama saya. "HENI", "MBAK HENI", "MBAK HENI SARANGHAEYO", beberapa kali nama itu disebut oleh ibu Susi ketika membacakan nama yang ditulis dalam gulungan kertas kecil itu. Kertas yang dibagikan ke semua wakil alumni Coding Mum se-Indonesia yang hadir di Hotel Tunjungan Surabaya, bulan November 2018.

Sebelumnya saya mohon maaf baru sempat menulis artikel ini sekarang, 19 Januari 2019. Karena sejak pelantikan jadi Presiden, isi kepala saya tak ada hentinya berpikir untuk bisa melaksanakan tugas dengan baik. Sampai saat ini pun banyak sekali putaran ide untuk program baru KCMI ke depan. Dengan siapa akan berkolaborasi dan lain sebagainya yang harus dibicarakan secara intens dengan Pengurus Inti KCMI, Ambassador KCMI dan juga pihak Kolla Education dan tentu saja BEKRAF.

Ibu Poppy Savitri, Direktur Edukasi Kreatif BEKRAF memberikan sambutan

Jadi ceritanya begini, CODING MUM itu sebenarnya program unggulan dari Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) Indonesia, yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2016. Kebetulan, alhamdulillah, saya termasuk peserta Coding Mum di Surabaya angkatan pertama di tahun itu juga. Semenjak itu, saya dan beberapa alumni di Surabaya, gencar meneruskan "nafas edukasi dan pemberdayaan perempuan melalui teknologi" ini di Surabaya dan sekitarnya. Baik itu berupa seminar, workshop membuat website, menjadi narasumber di radio dan tentu saja aktif "bicara" di media sosial.

Selama dua tahun lebih itu, bisa dibilang para alumni Coding Mum di Indonesia masih berjalan sendiri-sendiri. Coding Mum sebenarnya sudah dilaksanakan juga di luar negeri, yaitu Hongkong dan Malaysia. Teman-teman yang berkerja sebagai Buruh Migran Indonesia, antusias sekali belajar coding bersama dan lulusannya bahkan ada yang sudah berani dan bisa menerima pekerjaan membuat website yang dikerjakan dari jarak jauh, karena klien mereka berasal dari Indonesia. Keren kan ya?

Program Coding Mum ini mulai diminati dan dirasakan manfaatnya. Alumni yang sudah mendapatkan pelatihan juga sudah ada dari beberapa kota besar di Indonesia. Alangkah baiknya jika program ini terus bergulir secara mandiri, untuk itulah dibentuklah Komunitas Coding Mum Indonesia. Pemberdayaan alumni untuk terus menggerakkan program ini diutarakan oleh mbak Ellen dan bu Susi dari pihak Kolla Space Education yang selama ini menjadi penyelenggara pelatihan Coding Mum.

Video Proses Pemilihan Pengurus Inti



Tentu saja rencana ini disambut dengan sangat antusias oleh kami, para wakil alumni Coding Mum dari Aceh sampai Jayapura yang hadir di Surabaya saat itu. Setelah pemilihan pengurus inti, kami bersiap untuk hadir ke Bekraf Festival Surabaya, yang juga acara besarnya Bekraf. Di momen ini saya juga sudah diminta sebelumnya untuk menjadi narasumber Talkshow Coding Mum. 

Intinya semuanya begitu antusias dan menyenangkan. Meluap-luap, meletup-letup sampai akhirnya saya tak begitu awas dengan langkah sendiri. Jadi setelah membuat video singkat ini untuk mengajak hadirin dan hadirat ingat untuk datang ke Grand City Mall Surabaya, tempat diadakannya talkshow sekaligus Bekraf Festival, eh tiba-tiba saya jatuh terkilir. Kaki yang mendadak menekuk sendiri dengan konfigurasi yang entah gimana itu rasanya sakiiit sekali. Apalagi kaki yang terkilir itu adalah kaki kiri, kaki yang beberapa tahun lalu sempat terkilir juga sampai retak, dioperasi dan dipasang kawat tembaga sampai sekarang. Kebayang ngilunya itu loh gaes. Sementara beberapa menit lagi, saya harus naik panggung untuk mengisi talkshow bersama Bu Poppy dan Mbak Ellen.


Video Reminder Talkshow



Talkshow harus terus berjalan


Begitulah, biar kaki ngilu dan sakitnya sampai ke ubun-ubun, semua rencana harus berjalan sebagaimana mestinya. Tepat ketika saya terkilir, ibu Susi buru-buru membawakan balsem yang entah dari siapa itu, untuk membuat kaki saya lumayan "panas". Saya olesi saja dan berusaha mengurutnya sedikit demi sedikit. Saya bersyukur karena kaki saya masih bisa digerakkan, jari-jari kaki bisa bergerak, diurut juga tak terlalu sakit seperti dulu. "Untunglah ini tidak retak lagi sepertinya, sakitnya tak seperti yang lalu itu", begitu saya ucapkan kepada bu Susi yang tampaknya cemas sekali. 

Allahu Akbar, peristiwa ini membuat saya mencoba meramunya menjadi hikmah. Biarpun ini bisa dibilang karangan saya sendiri. 
"Heni, kamu jadi Presiden, jadi pemimpin. Harus hati-hati dalam melangkah. Jika sembrono akan terkilir dan sakit seperti ini." Begitu yang saya ulang-ulang untuk menguatkan diri sendiri. Bahwa sakit ini adalah reminder dan saya nggak boleh cengeng. 

Alhamdulillah banyak teman baik, membantu menggandeng saya untuk naik turun panggung beberapa kali. Untuk momen talkshow, peresmian Komunitas Coding Mum Indonesia dan pelantikan menjadi Presiden, serta yang terakhir berfoto bersama Ketua BEKRAF, bapak Triawan Munaf dan semua anggota alumni dan Kolla yang hadir.

komunitas coding mum indonesia
Wakil alumni Coding Mum se-Indonesia bersama pak Triawan Munaf, Kepala BEKRAF

Begitulah, sejak tanggal 16 November 2018 itu saya resmi menjadi ketua umum yang selanjutnya disebut Presiden dari Komunitas Coding Mum Indonesia sampai 2 tahun ke depan. Semoga bisa menjalankan tugas dengan baik. Mohon dukungan teman-teman semua.

Jika ingin bergabung bersama kami, bisa mengunjungi website codingmum.id.
Sampai jumpa di kegiatan Coding Mum selanjutnya ya...

Berbagi Motivasi Untuk Go Creative Go Digital di Campus Alfa Prima Denpasar Bali Bersama Bekraf

1 komentar
Ada magic-nya juga ya saya sering nyetel lagu Lembayung Bali yang dinyanyikan oleh Saras Dewi, ketika di depan laptop. Karena saya akhirnya terbang juga ke B-A-L-I. Wushhh.....

di depan kampus Alfa Prima, Denpasar Bali

Memenuhi undangan dari BEKRAF sebagai alumni Coding Mum dan pelaku bisnis kreatif, saya diterbangkan ke Denpasar Bali untuk berbagi kisah, inspirasi dan yang pasti energi motivasi ke mahasiswa di Campus Alfa Prima dan beberapa tokoh dari Karang Taruna di sana. 

Senin, 6 Agustus 2018 pukul 3 sore saya sudah berangkat ke bandara Juanda. Dengan pesawat Garuda Indonesia, saya sampai di Bali sekitar pukul 8 malam. Loh kok lama banget? iya karena jadwal terbang baru jam 5 sore lebih dikit. Karena rumah saya jauh banget dari bandara Juanda, jadi saya berangkat lebih awal. Jaga-jaga jika ada macet di jalan. Surabaya gitu loh. 

Singkat cerita, esoknya, Selasa 8 Agustus 2018, sekitar pukul 8.30 pagi saya sudah ada di depan campus Alfa Prima.  Sebuah kampus yang tidak terlalu besar dan ternyata memang didesain seperti itu. Kampus kecil, lokal, untuk warga lokal.

Campus Alfa Prima masih membuka jenjang diploma 1 & 2 saja. Yaitu kuliah yang ditempuh dalam 1 sampai 2 tahun. Tentu saja dengan jangka waktu belajar yang singkat itu, maka jurusan yang disediakan adalah bidang vokasional atau keterampilan. Dengan harapan, materi kuliah akan menjadi modal untuk bekerja.


serasa bersama ponakan sendiri yang dulu suka nari Sekar Jagat ini :)

Acara dibuka dengan persembahan tari penyambutan. Tari Sekar Jagat. Sebelum mereka menari, saya sempatkan untuk berfoto bersama. Warna-warni pakaiannya sungguh menarik hati. Saya pun ingat saudara dari Bali yang suka menari seperti ini ketika masih mahasiswi. Mereka serasa keponakan sendiri lah ya :)

Tari Sekar Jagat ini biasanya ditarikan oleh para wanita. Berasal dari kata "Sekar" berarti bunga yang harum dan "Jagat" adalah dunia sehingga tari ini berarti tarian bunga di taman yang harum di seluruh dunia.
Tari ini menggambarkan damainya dunia dengan semerbak kembang - kembang bunga yang menghiasinya.

Terbukti ya, mulai di bandara, hotel sampai di campus Alfa Prima, bunga-bunga yang cantik dirangkai dan diletakkan di mana-mana. Semua demi pesan untuk kedamaian dunia. Ah, indahnya. 

Setelah pembukaan ini, semua orang menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sebuah momen yang selalu membuat bulu kuduk merinding. Padahal masih menyanyi di negeri sendiri, bagaimana rasanya menyanyikan lagu kebangsaan di negeri orang, coba? "mbrebes mili pasti" :)


WORKSHOP PEBISNIS KREATIF BERBASIS PENTAHELIX

Saya bersama tim Bekraf dari Jakarta, datang ke Bali untuk mengikuti acara Workshop Pebisnis Kreatif Berbasis Pentahelix. Yaitu semacam acara untuk berbagi informasi, inspirasi dan motivasi kepada anak-anak muda tentang peluang bisnis kreatif di era millenial ini dan bagaimana keterkaitannya dengan pentahelix. 


talkshow tentang Pentahelix


Pentahelix yang dimaksud di sini adalah 5 bagian yang bisa saling berkolaborasi untuk kemajuan ekonomi kreatif di Indonesia. Yang antara lain dari pihak ACADEMIC, BUSINESS, GOVERNMENT, COMMUNITY dan MEDIA. Atau diartikan Pentahelix adalah keterkaitan antara pihak dari AKADEMISI, BISNIS, PEMERINTAH, KOMUNITAS dan MEDIA. 

Workshop diawali dengan talkshow bersama dari kelima bagian pentahelix tersebut. 
Akademis diwakili oleh bapak Made, selaku Direktur Campus Alfa Prima, Bali. Pemerintah diwakili bapak Wawan dari Deputi BEKRAF dan bapak Putu dari Komisi X DPR Indonesia. Bisnis dari  mbak Ayu, tim Qlapa, sebuah marketplace khusus produk handmade asli Indonesia. Media diwakili oleh mas Daud, yang berasal dari radio dan saat itu menjadi MC acara. Sedangkan saya sendiri mewakili Bisnis juga, dalam hal ini sebagai alumni Coding Mum Surabaya - salah satu program Bekraf, dan sekaligus sebagai pelaku bisnis kreatif. Untuk komunitas diwakili oleh peserta yang berasal dari mahasiswa campus Alfa Prima Denpasar dan beberapa wakil dari Karang Taruna di Bali. 

Inti dari talkshow itu adalah menyampaikan informasi, bahwa di setiap bagian pentahelix itu  mempunyai beberapa program kerja yang kelak bisa saling berkesinambungan. Pertanyaan dan pembicaraan selama talkshow lebih kepada bagaimana para pelaku bisnis kreatif ini bisa meraih bagian Pemerintah melalui BEKRAF. 

Saya hanya menjawab beberapa pertanyaan dari MC, yang intinya menceritakan pengalaman saya sebelum, ketika dan sesudah mengikuti CODING MUM di Surabaya. 

Selesai talkshow bersama, acara dijeda sebentar untuk makan siang dan sholat dhuhur. Waktu akan sholat, ada kejadian cukup menarik karena mahasiswa di campus itu kaget ketika kami bertanya, "Musholla di mana ya dek? tempat sholat di mana?"

Ya sangat diterima dan dimaklumi karena sepertinya semua mahasiswa, dosen dan juga pekerja di campus itu adalah asli dari Bali yang mayoritas beragama Hindu. Kami pun ditunjukkan ruang sekretariat yang cukup bersih untuk dibuat sholat. 

Keheranan ini juga saya rasakan ketika bertanya ke petugas lobi hotel. "Mbak, arah kiblatnya mana ya?". Dan dia pun kaget, diam sebentar. Lalu menjanjikan akan menanyakan hal ini kepada teman lainnya. Ekspresi kagetnya itu cukup mengejutkan juga bagi saya, karena hotel adalah area publik yang biasanya sudah menyiapkan hal ini.

Saya bertanya karena waktu masuk kamar hotel, mencari tanda panah kiblat di manapun, tidak ketemu. Salah satu teman dari Qlapa, lalu bilang, "mbak Heni, download aja aplikasi arah kiblat".

Ah iya, dia benar. Ini adalah hal yang belum pernah saya alami. Selama ini bepergian masih di jalur Jawa, yang mayoritas muslim juga. Dan rasa lokal juga. Sementara saat itu saya di Bali, mayoritas Hindu dan rasa sudah internasional pula. Saya memaklumi kejadian tadi, dan kelak akan siap untuk mengantisipasi kondisi yang serupa. 



mahasiswanya semua dari Bali. Wajahnya rada mirip orang Jawa sih, manies :)

Selesai makan siang, sholat dan istirahat, acara dilanjutkan dengan workshop yang diisi oleh 3 narasumber. Yang pertama maju adalah saya, menampilkan tema Go Creative Go Digital. 

Slide Presentasi Saya



Lalu mas Daud, yang mengajak peserta dengan asiknya untuk mengenal peran media, terutama radio. Juga memberikan trik bagaimana bisa menembus media dengan pundak yang tegap berdiri. Jadi kalau mau mengajak kerjasama dengan radio, misalnya, nggak perlu dengan nada "ngemis-ngemis gitu". Terakhir ditutup presentasi dan giveaway foto instagram yang paling kece oleh Mbak Ayu dan Mbak Rina dari Qlapa. Sebelumnya diselingi aksi heroik Kak Jey, trainer dari campus Alfa Prima, yang memberikan jogetan seru untuk ice breaking. Saking serunya, saya dan tim Qlapa nggak tega mau ikutan, jadi cuma merekam doang hahaha.

video ice breaking


Dalam hati ini salut dengan kepiawaian Kak Jey merebut hati para mahasiswa. Dan seusai acara, saya sempat berbincang cukup lama dengan beliau. Kak Jey ternyata trainer bagian sumber daya manusia. Beliau menyampaikan ketertarikannya dengan program CODING MUM.

Kalimatnya yang unik dan saya ingat adalah seperti ini,
"saya pernah kenal coding dulu, tapi kayaknya sulit. Jadi saya tinggal saja, sekarang lebih ke konten kreator seperti video, gambar dll. Mendengar mbak Heni kok kayaknya asik juga jika anak-anak muda di Bali ini dikenalkan coding. Mereka bisa membuat website dan bekerja dengan skill itu kayaknya oke juga. Coding itu sulit ya? tapi kalau ibu-ibu saja bisa, kenapa kami tidak?"

Yah, kalimat terakhirnya seperti JACKPOT deh. Atau Jebreeet Jebreeettt ala komentator sepakbola.

Itulah poin yang selalu saya kumandangkan ketika diundang jadi narasumber di manapun. Termasuk di hadapan mahasiswa yang masih begitu muda belia.

Saya tekankan, "Hei, Kalau ibu rumah tangga aja bisa, kenapa kalian tidak?"

bersama pebisnis Kipas Lontar sekaligus HRD dari Alfa Prima

Sebelum percakapan dengan kak Jey dan Gek cantik satu ini di akhir acara, saya merasa sesi workshop saya kurang efektif. Dari Surabaya saya siapkan sedikit gambar, foto ataupun video. Maksud saya ketika maju ke depan, saya maksimalkan untuk bicara dua arah. Bagaimana dan apa yang saya bicarakan, biar mereka pada "browsing" aja di hape masing-masing.

Sepertinya taktik saya keliru saat itu. Dan saya tidak membuat slide backup atau file siap putar lainnya. Malah slide presentasi yang saya buat menggunakan Google Slide, setelah diunduh dan dibuka file di laptop Alfa Prima, bentuknya berantakan. Ada font yang tidak sama. Untung saja, saya sudah mengunduh versi file pdf. Nah, karena presentasi dengan file pdf, jadi terbatas untuk bereksplorasi. Semoga mahasiswa pada kepolah ya buka blog dan link semua sosial media yang saya tunjukkan. Atau browsing segala kata kunci yang sudah saya sampaikan dalam pembicaraan. 

Kembali ke Gek Cantik di atas, saya lupa namanya. Tapi beliau punya bisnis membuat Kipas Lontar yang sudah laris dijual di Kementerian Indonesia. Gek ini bertutur tentang kegundahannya, kenapa kipasnya laku dibeli oleh orang luar Bali. Tapi tetangganya sendiri ibaratnya, tidak tertarik dengan kipasnya. Matanya sampai berkaca-kaca loh ketika menceritakan hal ini. 

Saya pun berbagi cerita pengalaman jualan online, juga pengalaman ketika menjadi Trainer Gapura Digital di Surabaya serta berdiskusi di komunitas UMKM di Surabaya. 

"Gek ini kok aneh? orang pada pengen produknya bisa ekspor, disukai oleh orang luar negeri. Ini sudah gek capai, kok tetep sedih?"

Dia pun tersenyum, dan masih menahan air matanya. Nggak tahu kok sedih banget si embak ini ya? 

"Oke, kita tidak bisa menjual satu produk untuk semua orang. Target market harus dipilih salah satu. Jika orang terdekat gek tidak suka produk ini, ya sudah tawarkan produk lain. Atau malah aktifkan mereka sebagai produsennya. Mungkin saja mereka kurang tertarik karena hampir setiap hari melihat daun lontar. Sementara itu bagi orang luar negeri, sangat unik dan menarik. Bahkan saya pun belum pernah memegang daun lontar langsung. Saya orang Jawa saja padahal"

Mata gek ini sedikit berbinar. "Jangan sedih, banggalah. Dan terus asahlah serta peliharalah pencapaian ini." Kemudian kami pun bertukar inspirasi bagaimana cara memaksimalkan websitenya agar "branding" Kipas Lontarnya semakin terlihat "mahal" dan sesuai dengan target marketnya. 

Ah, kalau bisa seharian di situ ya untuk ngobrol panjang lebar. Senang jika langsung ngobrol dengan pebisnis UMKM begini. Mereka mentalnya tangguh-tangguh dan tahan banting biasanya. 


Kiri-Kanan: Ayu dari Qlapa, Pak Wawan dari Bekraf, pak Putu dari Komisi X DPR, pak Made - Direktur Alfa Prima, saya


foto bersama - Alfa Prima = BERANI SUKSES!!!


di depan lobi hotel bersama geng Bekraf dan geng Qlapa
Ki-ka: Bayu, Ayu, Rina, Saya, Agung

Pengalaman di Bali kali ini sangat berkesan. Mulai dari kondisi sebelum berangkat. Ketika tiket pesawat sudah siap. Lalu ada berita gempa cukup besar di Lombok. Malam Senin saya pastikan dulu kepada pihak Bekraf, apakah acara lanjut atau ditunda. Kemudian mereka menjawabnya, "ON schedule mbak. Semoga aman."

Dan alhamdulillah, di Bali memang aman sampai saya kembali ke Surabaya. Hal yang terus akan saya asah untuk terus tajam menancap di hati saya adalah tentang konsep pendirian kampus Alfa Prima. Kampus diploma. Kampus kecil. Didirikan di daerah. Tujuannya agar semua anak daerah bisa kuliah tanpa harus jauh-jauh pergi ke kota. 

Saya jadi terbayang pelosok-pelosok desa di Jawa Timur. Bagaimana jika kelak di sana, berdiri kampus diploma berbasis bisnis kreatif, coding, blogging, konten kreatif dan semua skill serta networking yang sudah saya bina selama ini. Sejak mengikuti Coding Mum Surabaya tahun 2016,  sampai saat ini, 2018,  memulai kelas Coding untuk anak dan guru di Kelasku Digital

Baiklah, saya tahu selanjutnya harus menapaki anak tangga yang mana.
Terima kasih Bekraf. Terima kasih Alfa Prima. 

Menjadi Koordinator Coding Mum Disabilitas Surabaya 2018

3 komentar
Sebuah pengalaman yang menarik menjadi Koordinator Daerah Coding Mum Disabilitas.

Coding Mum Disabilitas adalah sebuah program belajar coding untuk sahabat disabilitas atau difabel yang diselenggarakan oleh BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif) Indonesia. Sebelumnya Bekraf membuka Coding Mum yang menyasar target ibu rumah tangga yang bekerja di rumah. Keduanya mengusung tema yang sama yaitu melek digital literasi. Artinya program belajar ini mencoba mengenalkan sebuah dunia baru di era digital yaitu bahasa pemrograman. Nah, materi awal yang coba dikenalkan adalah pemrograman untuk membuat website dari nol. Atau bisa dibilang dengan istilah Make A Website from Scratch.

Saya sendiri adalah alumni dari Coding Mum Surabaya Batch 1 tahun 2016. Setelah mengikuti program ini, saya dan beberapa teman membuka kelas belajar coding untuk ibu-ibu dan selanjutnya juga untuk anak-anak.

Mungkin melihat konsistensi saya untuk menggulirkan kembali semangat belajar coding untuk berbagai kalangan terutama perempuan dan anak, maka pihak Bekraf menghubungi saya dan mengajukan tawaran untuk menjadi koordinator daerah Coding Mum Disabilitas Surabaya 2018.

Tentu saja, tanpa berpikir lama saya langsung mengiyakan tawaran itu dan tak peduli akan sesulit apa atau bakal seberhasil apa. Pokoke budal, kalau kata orang Surabaya ya.

Kinerja saya dimulai dengan tugas mencari lokasi belajar yang nyaman dan fasilitasnya cocok untuk pelatihan coding. Lalu publikasi program dalam rangka rekruitmen mentor dan mencari peserta. Untuk melakukan hal ini saya dibantu oleh pihak Kolla dari Jakarta, yang merupakan event organizer dari pihak Bekraf.

Mencari peserta difabel itu PR banget bagi saya yang sama sekali tak pernah bersinggungan dengan pihak mereka dalam acara apapun selama ini. Karena tidak punya koneksi awal, saya pun mengirimkan pesan broadcast ke berbagai grup whatsapp yang saya ikuti. Mulai SCCF, UMKM Surabaya, Blogger, Grup Guru Belajar Surabaya, alumni sekolah dan bahkan wali murid sekolahan anak-anak saya.

Alhamdulillah dengan cara ini, saya mendapatkan satu per satu nomor kontak pihak terkait yang bisa dihubungi. Mulai dari guru SLB, interpreter bahasa isyarat, ketua komunitas disabilitas dan dosen PLB (Pendidikan Luar Biasa). Semuanya saya hubungi dengan sangat intens. Termasuk satu per satu nama yang mendaftar di link google form yang dibuat oleh pihak Kolla.

Deg-degan tiada tara. Dan di awal kerja saya mendapatkan pengalaman sangat berharga tentang perbedaan gaya bahasa ketika berhadapan dengan teman difabel. Intinya saya harus berhati-hati dalam menulis kata demi kata, sehingga tidak ada salah paham.

Karena menulis chat kepada teman tuli berbeda jauh dengan teman yang tuna netra. Cara menulisnya, susunan bahasanya, bahkan tanda baca yang digunakan sempat membuat saya kaget.
Tapi, mbak Gita, mentornya mentor dari pihak Kolla memberikan masukan bahwa itulah yang harus saya hadapi. Saya harus bisa menyesuaikan diri.


Training of Trainer

Program CM Disabilitas ini dimulai dengan 2 hari pelatihan untuk calon trainer  yang disebut ToT (Training of Trainer). Isi pelatihan bukan semata mengajarkan tentang coding, karena tentu saja calon mentor sudah paham semua karena rata-rata mereka adalah programmer dan web designer. 

Pelatihan lebih ditujukan cara mengajar kelas yang harus berdampingan dengan interpreter bahasa isyarat untuk teman tuli. 

Berikut adalah contoh ketika mbak Gita memberikan arahan kepada calon mentor, 





Selama proses ToT, calon mentor saling berdiskusi tentang bagaimana agar pelatihan selama 8 hari ke depan itu berjalan lancar, menyenangkan dan semua peserta utuh sampai akhir. Tidak mrotoli satu per satu di tengah jalan. Nah, mbak Balqis, guru SLB dan interpreter bahasa isyarat memberikan ide bahwa suasana harus menyenangkan dan kita, calon mentor, harus bersikap layaknya keluarga kepada para teman difabel. Untuk itu dia dan mbak Ani, seorang programmer yang akhirnya menjadi asisten mentor, membuat video untuk mengajak teman tuli bersemangat belajar coding. Inilah videonya,




Setelah dua hari ToT , langsung dilanjutkan dengan pelatihan reguler Coding Mum Disabilitas Surabaya 2018. Peserta sejumlah 20 orang, terdiri dari teman disabilitas tuli, tuna daksa dan slow learner, serta beberapa guru SLB dan pemilik yayasan peduli ABK sebagai perwakilan dari pemerhati disabilitas. Di program kali ini, kami belum bisa memfasilitasi teman dari tuna netra karena terbatasnya fasilitas dan sumber daya manusia. Mohon maaf untuk teman tuna netra. Semoga ada program Blind Coding nanti yang bisa diselenggarakan di lain waktu. 





Cara mengajar adalah seperti di bawah ini, ada mentor utama yaitu kak Korniawan serta satu interpreter bahasa isyarat di depan kelas. Mereka bergantian "bicara" menerangkan isi materi. 




Jika ada peserta yang kesulitan, maka ada 3 asisten mentor yang siap membantu, yaitu kak Tika, kak Ani dan kak Yakup. Bahkan ada 2 asisten mentor volunteer, kak Yudhi dan kak Qurin,  yang baik hati mau datang dan juga membantu dalam beberapa hari. 





Berikut gambaran pembelajaran coding dengan interpreter mbak Balqis dan mentor kak Korniawan.



Alhamdulillah CM Disabilitas ini selesai pas waktunya dan hampir semua pesertanya selalu masuk kelas. Ada beberapa yang absen karena harus menempuh ujian di sekolah. Atau peserta tuna daksa yang absen karena pendampingnya tidak bisa mengantar. 

Untuk mengatasi absennya peserta, kami memberikan forum tanya jawab di grup whatsapp. Dan saya berusaha merekam dengan baik sesi pelajaran yang diberikan, lalu membaginya di grup. Jadi saya selama pelatihan kerjanya jadi tukang foto dan tukang rekam video. Selain juga mengurusi printilan kebutuhan logistik dan harian selama acara. Misalnya kabel olor colokan listrik, tatanan kursi, layar dan projectornya, air minum, permen dan beberapa jajanan yang bisa dikunyah dan lain sebagainya. Ya namanya juga koordinator :)

tukang foto modal hape dan tripod dari jaknot 

Di sesi akhir pelatihan adalah presentasi. Semua peserta maju untuk presentasi. Sungguh mengharukan tapi tak ada satu pun yang berlinang air mata. Karena suasana begitu meriah dan rame. Khas Suroboyoan banget. 



Semua bersemangat dan bahkan presentasi kami diposting di instagram pribadi bapak Triawan Munaf, Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF).


Coding Mum Disabilitas: Coding Mum Disabilitas Surabaya telah ditutup hari ini. Sebanyak 18 peserta Coding Mum Disabilitas mempresentasikan website hasil pelatihannya selama ini. Pelatihan coding yang diselenggarakan oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bekerjasama dengan PT Kolaborasi Ide Kreatif (Kolla Space) sudah dimulai sejak tanggal 19 April hingga 3 Mei 2018 di Rumah Kreatif BUMN Mandiri Surabaya. Kegiatan diikuti oleh peserta disabilitas yang memiliki minat untuk mempelajari coding. Ketiga juri yang hadir adalah Ibu Farida dari ITATS, Bapak Amin dari perwakilan BEKRAF dan Ibu Gita Citra dari Kolla Space. Peserta mayoritas adalah siswa SLB yang berasal dari Gresik dan Surabaya. Peserta dari Gresik setiap hari pulang pergi dari Gresik ke Rumah Kretif BUMN Surabaya dengan jarak tempuh lebih dari 1 jam. Berikut video pendek dari salah satu peserta dan beberapa foto.
Sebuah kiriman dibagikan oleh Triawan Munaf (@triawanmunaf) pada


Beberapa hari sebelum akhir pelatihan, kami mendiskusikan tentang program selanjutnya dari pelatihan ini. Dan alhamdulillah, mentor dan peserta sama antusiasnya ingin belajar terus. 

MENTOR, JURI, PESERTA Coding Mum Disabilitas Surabaya 2018

Begitulah secuplik pengalaman berharga saya ketika meng-handle Coding Mum Disabilitas Surabaya 2018. Cerita lengkapnya banyak banget sebenarnya. Bahkan layak dijadikan novel atau drama beberapa episode. Karena banyak sekali yang terjadi saat itu. Termasuk adanya visualisasi kepala perempuan tanpa jasad, yang sedang ikut kelas Coding Mum mulai awal sampai akhir, tapi hanya bisa disaksikan oleh satu peserta tuli . Hiyyy.... 






Menjadi Narasumber Talkshow Creativepreneur di Kediri Sebagai Alumni Coding Mum

1 komentar
Sebuah undangan menarik kembali datang pada saya, dari bu Poppy Savitri, Direktur Edukasi Ekonomi Kreatif dari BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif) Indonesia. Beliau meminta saya menjadi salah satu narasumber untuk talkshow Creativepreneur di Kediri.


Acara di hari kerja, alhamdulillah suami saya bisa mengatur waktunya sehingga bisa pulang dari kantor lebih cepat untuk menjemput anak saya. Ya, namanya ibu rumah tangga yang tugas utamanya antar jemput anak sekolah, bepergian di hari kerja biasanya tidak bisa saya lakukan. Alhamdulillah semakin anak saya gede dan pekerjaan suami di kantor semakin Go Online, jadi bisa dikerjakan dimana saja (di rumah juga), maka saya lebih leluasa sekarang.

Baiklah perjalanan di Kediri pun dimulai sejak pukul 4 sore. Jadi beres njemput anak dan memastikan di aman di rumah, saya berangkat dijemput driver dari Blitar. Alur berangkat dari rumah saya, mampir dulu ke bandara Juanda untuk menjemput rekan dari Jakarta. Jalanan ternyata super macet saat itu, alhamdulillah pas jam 7 malam sesuai rencana kami sudah tiba di Juanda.

Ternyata rekan dari Jakarta adalah bu Poppy dan Zee dari BEKRAF serta Reza - penyiar radio Mustang Jakarta yang akan menjadi pemandu acara talkshow nanti. Wow pasti keren nih, sampai ada penyiar radio segala.

Bertemu bu Poppy itu bikin marem di hati. Dengan ceria beliau menyapa saya, lalu tanpa babibubebo menarik badan saya untuk dipeluk dan cipika cipiki. Anget banget deh, suasana jadi begitu nyaman. Zee dan Reza juga anak-anak muda yang asik diajak bicara. Jadinya perjalanan ke Kediri tidak terasa berat walau mayoritas macet sih jalanannya. Pas kebetulan dengan jam orang pulang kerja nih sepertinya.

Di tengah perjalanan, kami berhenti dulu untuk makan malam. Karena sejatinya sudah merasa kelaparan sejak di Juanda tadi. Tapi biar nggak buang waktu banyak, kami tunda laparnya sampai di Depot Ikan Goreng Cianjur Mojokerto. Nasi, lauk, sayur segera disikan dengan cepat dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Suasana sudah menjelang malam, tapi driver kami sangat sigap dalam melajukan mobilnya sampai tiba di Kediri hampir jam 12 malam. Ulala mata saya sudah tinggal 2,5 watt saking ngantuknya. Di mobil saya tidak sempat tidur, karena asyik sekali mendengar cerita dari bu Poppy.

Iya loh, beliau kuat bercerita kepada saya mulai berangkat sampai tiba di Kediri. Saya aja kliyengan... Bu Poppy sangat antusias menceritakan pengalamannya membina masyarakat Indonesia di berbagai daerah bahkan sampai ke pedalaman, untuk menumbukan ekonomi kreatif. Ada satu program BEKRAF baru yang beliau ceritakan yaitu IKKON (INOVATIF DAN KREATIF KOLABORASI NUSANTARA). Wah kudu di google nih.


Cerita IKKON sangat menarik perhatian saya, jadi tak henti-hentinya saya tik-tok-an, alias menanyakan kembali dan merespon dengan penuh penasaran segala apa yang beliau ceritakan. Seandainya suatu saat diundang juga ke daerah untuk meliput IKKON, sebagai blogger saya pasti senang. #kodelunak :)

Karena sampai di Kediri sudah tengah malam, maka tidak ada pilihan kecuali langsung membersihkan diri dan tidur. Saya sempat kelimpungan ngeri tidur sendirian, karena kamar di hotel banyak cermin dan saya kualat sering nggodain teman alumni SMA dengan mengirim meme ibu di film Pengabdi Setan. Nah loh, girap-girap dewe akhirnya.
Maka saya bisa tidur setelah menyetel film kartun dengan volume lumayan keras, lalu menutup muka saya dengan selimut tebal. Padahal ini belum lihat filmnya loh, cuma meme-nya. Ah aku lemah :D

Esok paginya, persiapan mengisi acara. Saya sarapan pagi bersama bu Poppy, mbak Zee dan satu mbak kalem lainnya (lupa namanya). Ada Rangga dari Blitar yang menjadi panitia. Saya pun menyapa para panitia dan beberapa peserta yang sudah datang.

Sambil menunggu mbak Venna Melinda, saya dan bu Poppy berada di ruang transit. Beberapa kali bu Poppy mondar-mandir untuk mengatur dan memberikan briefing kepada panitia yang mayoritas anak-anak muda (sepertinya masih anak kuliahan).

Peserta lumayan banyak mulai berdatangan dari kabupaten dan kota Kediri. Mereka menyerahkan Surat Undangan sebagai syarat kehadiran. Kemudian mendapatkan Goodie Bag berisi kaos dan note. Di depan ruangan sudah tersedia meja panjang berisi makanan ringan, kopi dan teh. Jadi sebelum mulai acara para peserta bisa "sarapan" dulu, supaya ketika acara tidak harus terpotong dengan sesi coffee break.

Mbak Venna akhirnya sampai di lokasi sekitar pukul 9 pagi. Beliau langsung menyapa semua orang lalu melakukan wawancara dengan KSTV. Nama saya disebut dalam wawancaranya tapi saya tidak ikut masuk frame. Saya malah sibuk merekam sesi wawancara itu lalu menyapa beberapa ibu-ibu yang menjaga stan kerajinan tangan, batik dan coklat. Sudahlah, saya sudah pernah masuk satu frame dengan mbak Venna kok. Bukan di sinetron sih, tapi di BIOS TV ketika ada acara Sosialisasi Coding Mum di Tulungagung setahun yang lalu.

Acara kemudian dimulai dengan rileks, fun dan rame ya karena Reza sang penyiar radio itu asik banget memandu acaranya. Saya dan 3 narasumber lainnya duduk di sofa, di panggung depan para peserta. Masing-masing narasumber berbicara sesuai dengan pancingan dari Reza dan saya dapat giliran terakhir. Wadaahh...lakonne menang keri iki jenenge rek.

Selama mendengar pembicaraan  masing-masing narasumber, saya mencoba menyerap inti dari materi mereka dan melihat respon para peserta. Akhirnya ketika tiba giliran, saya memilih berbicara dengan santai campuran bahasa Jawa.

"Halo pak, bu, mbak, mas, saya Heni dari Surabaya. Asli Suroboyo iki, nek aku ngomonge rodok Kartoloan gak popo yo?"

Yang artinya, Saya Heni asli Surabaya, kalau nanti bicara ala Kartolo, tidak masalah ya?"

Candaan awal saya disambut baik oleh peserta Kediri yang pastinya mayoritas mengerti bahasa Jawa atau bahkan semuanya paham bahasa Jawa sekaligus mengenal Kartolo. Kartolo adalah grup lawak Jula Juli legendaris asal Surabaya yang masih ada sampai sekarang.

Saat itu saya berbagi pengalaman tentang menjadi alumni CODING MUM SURABAYA dan  menyampaikan materi penggunaan teknologi informasi dan digital untuk mendukung terciptanya ekonomi kreatif atau memotivasi para peserta untuk menjadi creativepreneur. Karena latarbelakang per-digital-an saya cukup random, mulai ranah coding, bisnis online, blogging dan menulis maka saya sampaikan semuanya sedikit-sedikit. Karena kalau yang disampaikan banyak dan lengkap, saya nggak bakal diundang lagi #eh.

Peserta antusias tentu dengan konsep bagaimana membuat bisnis mereka menjadi GO ONLINE dengan cara mudah, bisa dimulai sendiri dan bisa diterapkan saat ini juga.

Karena waktu yang mepet, saya menjawab singkat. Sampai akhirnya acara ditutup pukul 11.30 WIB. Selesai acara, beberapa orang menghampiri saya, ada yang mahasiswa, dosen dan asisten KADIN.

Mahasiswa: "Bu Heni, saya mahasiswa POLTEK. Saya ingin bertanya ke ibu, kalau lulusan POLTEK bisa bekerja jadi apa saja?"

Wah saya kaget mendengarnya, "loh dek, disini tidak ada komunitas startup?" tanya saja cepat.

"Belum ada bu." Jawab mahasiswa memakai baju batik dan tinggi besar itu.

"Waduh dek, waktuku nggak banyak nih. Nanti japri saya aja ya, lewat instagram boleh. Karena saya harus pulang ke Surabaya sekarang. Bu Poppy harus naik pesawat ke Bandung jam 5 sore nanti."

Ini jawaban saya juga kepada pak dosen dan pak asisten KADIN, yang meminta nomer hp saya dan berniat memanggil saya kembali ke Kediri. Alhamdulillah ya, ternyata cara saya menyampaikan materi tadi bisa berkesan dengan baik ke para peserta.

Ketiwasan alias sayangnya, saya lupa bawa kartu nama. Jadi pouch kartu nama yang biasanya saya siapkan, ternyata ada di tas kuning. Sedangkan sekarang saya membawa tas abu-abu. Gini nih ibu-ibu, pengen gaya jadi rempong sendiri. Dengan meminta maaf berkali-kali karena lupa bawa kartu nama, saya menuliskan nomer hape saya kepada mereka yang meminta kontak juga mendampingi mereka membuka akun instagram saya di hapenya. Saya folbek nanti ya, pokoknya di mention atau DM saya sekalian.

Karena harus mengejar pesawat sore hari, saya, Reza dan bu Poppy berlarian turun ke lantai bawah. Zee masih harus tinggal di Kediri untuk membereskan beberapa keperluan.

"Aduh, eyang-eyang gini lari-lari rasanya jantung mau copot," bu Poppy berkelakar ketika merasa urusan beliau di akhir acara belum tuntas, sedangkan kami harus kembali ke Surabaya saat itu juga. Beliau sebenarnya ingin membereskan beberapa hal, tapi waktu sudah tak terkejar lagi. Saya pun mencoba menenangkan beliau, "bu..sudah bu..gapapa...kesempurnaan hanya milik Alloh," kelakar saya yang bercanda ala Dorce berhasil membuat beliau tertawa.

Kami pun melaju kembali ke Surabaya tanpa mampir sedikitpun untuk membeli oleh-oleh dan lainnya. Bahkan kami tak sempat makan siang serta tak membawa bekal jajan untuk di perjalanan. Alhasil lumayan kelaparan di jalan hehehe. Untunglah bu Poppy diberi oleh beberapa peserta jajanan hasil produksi bisnis mereka, yaitu kripik belut dan coklat. Saya diberi satu bungkus coklat yang saya bawa pulang untuk anak. Sedangkan kripik belut dibuka dan dimakan bersama di mobil. "Lumayan ih ada yang bisa dikunyah dan jadi ganjel perut lapar,"ujar bu Poppy.

Alhamdulillah perjalanan lancar tiada macet yang berarti. Sehingga pas pukul 4 sore lebih sedikit, kami sudah bisa ada di bandara Juanda.

Aduh, saya masih ingin menggali cerita inspiratif lebih banyak dari bu Poppy dan berdiskusi lebih panjang tentang rencana kami, para alumni Coding Mum Surabaya, yang ingin membuka kelas belajar coding lagi untuk ibu-ibu di Surabaya dan sekitarnya.

Ah, pasti ada cara bisa bertemu lagi dengan bu Poppy, sekarang kami matangkan dulu rencana Coding Mum Surabaya, di sela-sela kesibukan para pesertanya bekerja dan berkegiatan sehari-hari di rumah. See you soon bu Poppy, Zee dan Reza. Semoga bisa berjumpa di Jakarta.
Atau daerah lainnya :)

Writingthon #1 di Puspiptek Membuatku Redirect Kembali Ke Sainstek

4 komentar
"when I saw (again) a chemistry laboratory that day, I know I have to redirect my path"

Bau khas laboratorium kimia. Senyuman dan tutur kata yang runtut dari perempuan yang hamil tua dan menerangkan detil tentang konsep Meterologi. Istilah ilmiah, binar mata menyala dan bergairah dari para peneliti yang menceritakan kisahnya, membuatku menarik nafas berulang-ulang. Disinilah, disinilah, disinilah seharusnya aku mengabdikan jiwa raga. Di dunia penelitian sainstek dan pendidikan. Sesuai dengan latar belakangku mengambil kuliah sarjana kimia dan pasca sarjana Teknologi Pendidikan. Benar, inilah saatnya aku berpikir serius untuk REDIRECT.

Debaran Hati di Gedung Merah LIPI Kimia

Aku sama sekali tidak menyangka akan bertemu lagi dengan terminologi kimia. Bisa masuk ke gedung besar dengan petunjuk bertuliskan LIPI KIMIA. Apalagi bisa mendapatkan kontak langsung bu Zalinar Udin, Kepala Balai Laboratorium Biomolekul LIPI Kimia Bandung, yang sudah 16 tahun tak bersua.

Bu Zalinar, sangat membantuku di masa penelitian Tugas Akhir  dan setelah lulus kuliah Sarjana. Topik skripsiku termasuk dalam penelitian beliau di S3. Yaitu meneliti ada tidaknya interaksi antara ekstrak Gardenia Turbifera WALL dengan DNA bakteri Salmonella typhi.

Beliaulah yang akhirnya menerimaku untuk bekerja di LIPI dengan tangan terbuka lebar setelah lulus, juga mengijinkan mengundurkan diri ketika memilih kembali ke Surabaya ketika hamil anak pertama. Bahkan 2 tahun kemudian setelah anak pertamaku lahir dan besar, beliau masih dengan semangat menyuruhku kembali bekerja di sana, di LIPI Kimia Bandung.


Walaupun akhirnya aku tidak meneruskan rencana kembali ke LIPI, tapi bagaimana beliau menerimaku kembali, sangat berharga di hatiku ini. Pendek kata, Kimia berkesan di hati walaupun aku berusaha sekuat tenaga menguburnya dalam-dalam.

di depan gedung LIPI KIMIA

Laboratorium Kimia untuk bioenergi
Aku di depan Pilot Plan Bioetanol Generasi 2 LIPI Kimia




Bagaimana seorang "aku" bisa sampai kesana?
Jalan yang terbuka dan tak terduga berasal dari satu kata yaitu WRITINGTHON.

WRITINGTHON #1 : INOVASI ANAK NEGERI

Writingthon adalah ajang para penulis untuk bekerjasama mewujudkan satu buku. Proses penulisan dan pencarian sumber tulisan dilakukan secara marathon dalam batas waktu tertentu.

Diinspirasi oleh projeknya para programmer aplikasi mobile yaitu Hackathon. Bedanya, disini para programmer dan timnya harus bekerja selama 3 hari membuat sebuah aplikasi berbasis android yang bermanfaat.

Hackathon untuk programmer.

Writingthon untuk penulis.



Audisi penulis writingthon ini juga sama maratonnya. Hanya 1 minggu saja, Bitread, sebagai penyelenggara menggelar rekruitmen. Kami, para blogger, biasa menyebutnya sebagai kompetisi ngeblog atau menulis.

Biasanya satu banner kompetisi menulis akan beredar viral di komunitas blogger. Tapi kali ini tidak. Aku mendapatkan banner di hampir tengah malam. Saat itu, teman aku, Prita Hw, blogger dari Jember, sengaja mengirimkan banner ini secara pribadi di chat messenger.
Aku langsung terpana melihat syaratnya adalah penulis berbasis sains. Langsung juga berterima-kasih kepada Prita karena sudah memberitahukan hal itu.

“Ikut sana mbak, aku nggak punya background sains. Sampeyan saja yang maju,”begitu tulis Prita.

Aku sama sekali tidak tahu apa itu Puspiptek, Bitread dan Writingthon.
Sebelum bergerak selanjutnya, aku cari dulu kedua “kata kunci” itu di google chrome, browsing. Semacam naluri blogger yang menyelidiki apakah kompetisi ini beneran atau abal-abal. Dan hasilnya fix semua aman, benar dan bisa dipercaya.

Malam itu juga, aku lembur di depan laptop sampai menjelang dini hari. Segera mencari banyak literatur tentang ilmuwan yang harus menjadi topik artikel yang akan diaudisi. Pilihan pun jatuh pada bu Evvy Kartini, satu-satunya Ilmuwan Nuklir dari Indonesia, perempuan pula, hebat. Aku sengaja memilih beliau karena genre menulisku selama ini juga seputar perempuan dan teknologi. Pas banget.

Urusan tulis menulis pun harus berhenti sejenak, karena esok paginya, aku ke Jombang, mengantarkan si anak sulung kembali ke pondok pesantren. Aku bertekad menyelesaikan tulisan ini dan ikut audisi. Tapi sama sekali tidak berharap atau menganggap bisa lolos. Tulisan aku selesaikan di rumah ibu, dengan sedikit drama karena laptop harus di-service dan ibu tak suka aku “mainan laptop” di depan beliau. Terlebih jika ada juga suamiku disitu.

Perempuan Jawa haram hukumnya jika membiarkan suami tanpa kopi di sore hari, syukurlah ibu tidak terlalu bereaksi keberatan saat itu karena suamiku mengatakan sudah biasa menghadapiku seperti itu ketika sedang dikejar "deadline" untuk menulis sesuatu.

Sebenarnya kondisi kurang kondusif dan aku tidak yakin bakal lolos. Tapi aku nekad saja, menyelesaikan semaksimal mungkin di waktu mepet itu. Menuliskan esai tentang motivasi mengikuti audisi yang menyertakan kalimat “ingin membumikan hasil riset agar mudah dipahami orang umum”. Aku kirim email ke  penanggung jawab kompetisi. “Kirim dan Lupakan.” Itu mantraku saat menekan tombol SEND.

Alhamdulillah, ternyata aku diterima dan lolos audisi menjadi 10 Penulis terpilih dari 200 peserta yang mengirimkan tulisannya. Atas bantuan Alloh SWT.

Writingthon vs Puspiptek

INOVASI ANAK NEGERI. Writingthon yang pertama ini diadakan bertepatan dengan program Puspiptek Serpong Bogor yang akan mengadakan PIF (Pekan Inovasi Festival 2017). 10 penulis pilihan dari writingthon diberikan tantangan untuk menuliskan buku yang bisa mendeskripsikan tentang Puspiptek dan semua hal yang ada di dalamnya, misi visi, inovasi, kendala dan juga harapan yang dimiliki oleh lembaga penelitian terbesar di Indonesia ini.

Oleh karena itu, kali ini latar belakang penulis memang dipilih yang berbasis Sains dan Teknologi. Aku punya basis kimia karena kuliah S1 mengambil jurusan Kimia FMIPA di ITB. Teman aku lain ada yang dari Fisika, Biologi, Matematika dan juga yang aktif dengan kegiatan reservasi alam. Aku pun sangat intent, tekun dan aktif untuk terlibat dalam teknologi. Terutama teknologi digital untuk digunakan di pendidikan dan kreatifitas. Mungkin salah satu latar belakang ini yang menjadi nilai tambah dariku.


Sampai tiba di hari pelaksanaan. Urusan akomodasi sudah ditangani dengan baik oleh pihak Puspiptek. Aku hanya menyediakan biaya taksi untuk jarak rumah-bandara-lokasi acara. Di Wisma Tamu Puspiptek jadi base camp pelaksanaan. Kami tidak akan hanya duduk manis menulis disana. Sekali lagi, kami harus marathon keliling laboratorium dan gedung tertentu Puspiptek yang akan diangkat sebagai materi tulisan. 


ibu Sri Rahayu, Kepala Puspiptek Serpong

Acara dibuka resmi oleh kepala Puspiptek, ibu Sri Rahayu, yang gesture tubuh dan cara bertuturnya mirip banget dengan bu Risma, Walikota Surabaya. Sedangkan wajah beliau mirip banget dengan bude tetanggaku seberang rumah. I feels like home J

Baiklah untuk tiga hari ke depan, aku harus siap jiwa raga. Alhamdulillah saat itu aku sehat wal afiat. Dan tidak ada kendala baper atau mellow ala emak-emak yang melanda. I’m ready 100%. I’m on fire. Mungkin juga karena di sekelilingku ini anak-anak muda. Ya, bisa dibilang aku paling tua disana. Dan mereka pun satu persatu mulai memanggilku MAMA.

Menjadi paling tua, tidak ada halangan sama sekali. Kecuali sakit pinggang dan sakit kepala yang dating lebih cepat ketika hari lembur telah tiba. Ya, di hari ketiga, 10 penulis diletakkan dalam posisi berhadap-hadapan di dua sisi meja panjang. Seperti pemandangan kantornya media online, beneran deh. Kami bersepuluh dan beberapa tim Bitread terus berdiskusi, menulis dan ngakak bersama sampai lewat tengah malam. Inilah Menulis Marathon itu.

Ya, hari pertama dan kedua, kami marathon mewawancarai peneliti. Dating ke lokasi sampai ke tempat penyimpanan Reaktor Nuklir di Batan. Menyusun taktik penulisan dan memilih sudut pandang yang akan diambil. Baru di hari ketiga, setelah materi terkumpul, menulis di depan laptop dilakukan pol-polan. Lewat jam 2 dini hari, kepalaku sudah nggak kuat. Pusing bagian belakang. Bahaya kalau diteruskan nih, pikirku.

Mungkin dulu jaman masih unyu, aku berani saja nggak tidur seharian. Tapi aku dah sadar umur. Daripada dipaksa terus aku pingsan, mending aku menyerah dan tidur dulu saja. Teman sekamarku, si anak mahasiswa abege, Iiz , juga beberapa kali merengek mengajakku kembali ke kamar. Dia sudah nggak kuat juga. Bukan karena dia tua. Tapi karena kemarin malam dia juga begadang sampai pagi. Sepertinya ada tugas kuliah juga yang harus dia selesaikan. Fix, kami ke kamar. Dan satu per satu temanku pun kembali ke kamar. Hanya satu orang yang bertahan sampai shubuh dan selesai menulis 10 halaman, namanya pak Mul dari Semarang. Jagoan euy.

10 penulis pilihan Writingthon #1 , Pihak Puspiptek dan Bitread

Kita akan punya energi yang semakin kuat jika berada di lingkungan dengan frekuensi yang sama. Begitulah yang aku alami saat itu. Jika dihitung kasar, energi kami seharusnya habis karena harus lari kesana kemari dari satu laboratorium ke laboratorium lain. Lalu bertemu dengan narasumber yang kebanyakan para peneliti senior.

Peneliti senior yang sangat antusias menjelaskan detil konsep penelitian mereka, yang seringnya malah mengeluarkan istilah ilmiah yang kadang diluar pemahaman kami. Disaat yang sama, kami harus konsentrasi penuh menyerap penjelasan para peneliti sekaligus menyiapkan pertanyaan di waktu yang sama. Kalau bisa melihat alur kerja di dalam sel neuron kami, mungkin loncatan elektron dari satu synaps ke synaps lainnya seperti mereka lari Sprint ya, nggak cuma marathon. Cepet banget! 

Sedang mendengarkan paparan Peneliti di Puspiptek

Biasanya, orang akan mudah kelelahan bila digempur tuntutan harus berpikir keras sekaligus bergerak kemana-mana. Giliran menulis, hampir dipastikan langsung tumbang. Atau malah sama sekali nggak ada ide mau nulis apa karena kecapekan.

Tapi, ajaibnya, hal ini sama sekali tidak terjadi pada kami. Baik 10 penulis, pihak Puspiptek juga baladewa Bitread, semuanya antusias dan energik. Sampai tengah malam kami tak hentinya bergantian melontarkan pemikiran yang "berat".

Mengapa hal ini bisa terjadi?
Secara pribadi, kalau aku, alasannya adalah aku terperangah dan takjub. Bahwa negeri ini punya Pusat Penelitian sebesar Puspiptek dengan prestasi dan fasilitas yang sudah setara dengan kelas dunia internasional. Hanya saja, tidak banyak yang tahu.

Akhirnya, aku seperti kesetrum petir dan akhirnya ingin segera memberitahukan ke semua orang. 

"Haiii kita punya PUPSPIPTEK loohh gaeess....bangga banget deh!!"


Kegemasan untuk memberitahukan ke sebanyak mungkin orang melalui tulisan kami inilah yang membuat kami tak habis-habis energinya.

Terlebih lagi aku sendiri, seperti terhenyak ke masa lalu bergaul dengan larutan asam sulfat, laboratorium, elektroforesis dan lain sebagainya jaman kuliah di Kimia. Ketika merenung kembali, kenapa aku sampai di titik ini, akhirnya aku mengambil kesimpulan. Bahwa ini adalah tugasku ketika dilahirkan ke dunia ini. Istilahnya adalah Inilah Tujuan Penciptaanku.

Pundakku seperti ditepuk seseorang dengan mantap dan mendengarnya berkata, "ingat, ada ribuan materi sains yang sudah kau lahap bertahun-tahun ketika menempuh studi. Juga rangkaian berita sainstek yang suka kau baca di setiap ada kesempatan. Ingat bahwa itulah juga amanah dan tanggung jawab yang harus kau selesaikan di dunia ini."

Semacam itulah hasil perenunganku. Demi juga mendengar paparan beberapa peneliti dan teknopreneur di gedung TBIC Puspiptek (Technology Business Incubation Center) yang ingin agar kiprah mereka bisa semakin diketahui banyak orang untuk memberikan inspirasi. Saat itulah aku semakin yakin bahwa aku harus berbuat sesuatu untuk ranah ini: SAINS - TEKNOLOGI - RISET.

Ide yang pertama kali terbesit adalah membuat media online yang mengulas tentang 3 hal tersebut. Ide ini aku sampaikan ketika sesi berjumpa peneliti dan teknopreneur di TBIC waktu itu. Dan segera disambut baik oleh mereka. Humas Puspiptek, juga memberikan masukan bagaimana caraku bekerja nanti jika harus berhadapan dengan peneliti. 

Sebuah angin segar untuk ide berkutat dengan media online yang mengangkat hal yang tidak biasa. Sampai kembali ke Surabaya, ide ini terus aku gulirkan di setiap kesempatan. Aku sengaja mengikuti workshop cara merencanakan sesuatu menggunakan Business Model Canvas. Aku bertanya pada teman programmer yang ahli membuat website dan pengalaman mengelola media online. Kepada sebanyak mungkin orang, aku sampaikan niatkan ingin membuat sesuatu yang online untuk memfasilitasi keinginan para peneliti di Puspiptek tempo hari.

Akhirnya, aku dan teman-teman Writingthon memilih satu nama media yang bisa mewakili dan menjadi nama media online kami nanti. Namanya adalah RISETPEDIA. Banyak rencana yang berloncatan di kepala terkair Risetpedia ini. Risetpedia Go to School, Risetpedia Quote, Kompetisi, Seminar, Festival, Vlog, You Tube, Komik dan segala macamnya. 

Sebagai gerak cepat yang biasanya spontan dilakukan oleh blogger, khususnya aku, segera saja aku membuat akun username media sosial dan membeli domain. Tujuannya agar niat ini tidak keduluan orang. Karena sekali username dipakai orang lain, kita tidak bisa merebutnya kecuali dimodifikasi dengan kata dan huruf lain.


Jadi, mulai domain www.risetpedia.com dan username @risetpedia, semua sudah ada di dalam genggaman tanganku. 

Belum fix semua sudah melakukan itu semua?

Boleh kok, itu sah-sah saja di dunia digital seperti ini. Karena tumbuh dan mengembangkan suatu produk atau media bersama dengan "follower" kita malah akan saling menguntungkan. Kita bisa membaut produk yang tepat sasaran yang mereka butuhkan. Sekaligus mereka bisa merasa engage dan terkait emosional baik dengan kita.

Sekarang aku masih terus menggodok ide ini.
Karena setelah pulang dari Writingthon, ternyata aku tak hentinya juga terus menulis secara marathon. Pekerjaan terkait menulis, semakin datang. Bahkan saat ini aku terlibat Pelatihan Menulis Karya Tulis Ilmiah yang diadakan oleh Kemdikbud, untuk menjaring penulis yang paham teknologi dan Teknologi Pendidikan. Pelatihan untuk meningkatkan kualitas dan menambah jumlah jurnal pada website Jurnal Teknodik yang akan go Online.

Sebulan setelah Writingthon, aku mengikuti pelatihan Jurnal Ilmiah di Jakarta

Alhamdulillah, disinilah aku berada sekarang.
Dan aku sangat yakin dengan keputusan untuk tekun di bidang penulisan, sains, teknologi dan pendidikan. Semoga semakin banyak kesempatan untuk berkolaborasi dengan semakin banyak orang hebat lainnya. Sehingga ide untuk mengembangkan RISETPEDIA berhasil menjadi inspirasi, informasi dan motivasi para generasi muda bangsa untuk menjadi peneliti, teknopreneur. Bangsa ini di masa depan akan makin banyak memiliki orang yang siap membuat sesuatu yang dibutuhkan bangsanya sendiri. Dan tidak melulu menjadi konsumen dari produk bangsa lain.

Di depan salah satu tembok di gedung TBIC Puspiptek Serpong
Di akhir tulisan ini, aku ingin kembali mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya untuk BITREAD, PUSPIPTEK dan WRITINGTHON yang telah memberiku kesempatan untuk "kembali ke jalan yang benar" :)

Love you from my deepest heart.

Salam,


Heni Prasetyorini