Apa Jadinya Ketika Anak Gamer Belajar Coding

Tidak ada komentar


When you teach code, you’re not only teaching the language of technology. You’re teaching new ways to think and bring ideas to life.

Pengalaman menarik kemarin, ketika saya mengajar kelas privat untuk Khanza, kelas 3 SD, di kelas Ayo Bermain Coding menggunakan Scratch Programming.

Bagi yang belum tahu apa itu Scratch Programming, bisa buka saja langsung websitenya www.scratch.mit.edu dan membaca berbagai resources yang sudah disediakan oleh tim developer di web tersebut.

Sebelum mengajar Khanza, saya membuat contoh materi, yaitu membuat Flashcard Perkalian Sederhana. Tutorialnya bisa dilihat di sini:

Saya memberikan contoh membuat Flashcard standar, lalu ditambah Sound code dengan rekaman suara saya bergaya standar biasa juga.Tetapi Khanza tidak. Dengan berani dia merekam suara Perkalian dan Hasilnya, dengan nada yang begitu panjang dan riang. Khas dengan anak-anak.

Bisa dilihat hasilnya di video ini:

Saya terpana beberapa detik. Untuk kesekian kalinya saya merasakan kalah ANAK-ANAK INILAH GURU SAYA. Mereka mengajarkan hal-hal yang tidak terbesit di benak saya. Seorang dewasa yang sudah banyak terkikis keberanian kreatifnya karena banyak harus melakukan hal standar.

Tidak hanya Khanza. Beberapa anak lain juga mengajarkan saya. Di kelas online belajar Scratch Programming ini, para Scratch Coder, saya menyebut murid-murid saya itu, berani sekali mengeksplorasi Scratch. Jauh lebih berani daripada saya, gurunya.

Mereka membuka Google Translate dengan santainya, ketika ingin menuliskan Instructions dan Notes/Credits saat share Scratch project, dalam bahasa Inggris.

Begitu juga saat membuka code extension Text to Speech, yang ada code berbagai bahasa. Mereka dengan santainya menambahkan code untuk bahasa lain : Jepang, Rusia, Korea, dll dan mencari kata padanan dengan google translate.

Untuk penggunaan Google Translate saat itu, sama sekali tidak terpikir oleh saya :)

Anak-Anak Gamer

Sebagian besar murid saya, adalah anak-anak gamer. Atau anak-anak yang suka main game. Rata-rata mereka bercerita suka bermain ROBLOX.

Saya mendengar tentang Roblox, Minecraft, PUBG, dan nama game lain dari kedua anak lelaki saya. Sebaliknya, saya, ibunya, belum tertarik untuk bermain game online seperti mereka. Paling banter dulu saya bermain tetris (jaman dulu banget). Game lain cuma coba-coba awal saja, tapi cepat mandeknya. Saya sama sekali tidak telaten bermain game. Jika kalah di awal, ya sudah berhenti. Tidak mau mencoba lagi ke level awal, apalagi sampai ke garis finish.

Anak saya, termasuk anak gamer kelas berat. Bahkan membuat saya cemas dan bingung ketika dia kecil harus disikapi seperti apa. Itulah yang membuat saya nekad saja masuk ke dunia baru, dunia coding, dunia pemrograman, dunia IT = teknologi dan informasi dan hal-hal di luar pemikiran saya waktu itu, demi mencari tahu cara memfasilitasi anak-anak gamer semacam ini.

Alhamdulillah, usaha saya membawakan hasil.

Anak saya yang sempat dituding oleh seorang pembicara seminar sebagai “pecandu game” di depan umum, di atas jari telunjuk yang menuju ke hidung saya itu, sekarang bisa menyalurkan minat dan bakatnya pada game dan segala hal terkait teknologi informasi.

Anak saya yang ini, memilih masuk SMK jurusan RPL (Rekayasa Piranti Lunak) yang pelajarannya terkait coding dan programming. Beberapa kali berprestasi di SMK itu terkait coding dan bisa lolos SMPTN ke PENS — politeknik negeri terbaik di Surabaya — tanpa tes, tanpa harus ikut UTBK. Saya yakin ini juga berkat beberapa prestasinya di dunia pemrograman itu tadi.

Anak saya memilih jurusan Game Technology. Jurusan yang relatif baru di PENS. Cocok sekali dengan dia. Yang tidak hanya suka coding, tapi juga bisa menggambar digital deengan photoshop, membuat video animasi, mengedit video dan merancang cerita. Persis dengan konten yang ada di dalam game.

Anak saya ini, sejak kecil, lebih suka belajar sendiri (otodidak) untuk berbagai hal. Dan sangat telaten mencoba game baru sampai tuntas walau saat itu komputer kami sangat jadul, bahkan tidak ada akses internet. Ketika ada modem dengan sinyal internet sangat lemah pun, anak saya bersikeras untuk main game, belajar dan mengeksplorasi hal lain di komputer itu. Karakter ini terbangun tanpa sadar oleh kegemarannya pada game. Terbukti waktu SMK, dengan fasilitas sangat terbatas. Dan aturan yang sangat membatasi karena sekolahnya ada di lingkungan pondok pesantren di daerah Peterongan Jombang, anak saya masih mau belajar hal baru, belajar coding sendiri dan ikut lomba.

Pengalaman saya bersama anak kandung sendiri ini, menggerakkan hati untuk bisa memfasilitasi anak-anak yang punya minat sama.

Beberapa kali saya perhatikan, bahwa anak-anak kecil yang suka main game ini bukannya makin berkurang, melainkan bertambah. Tentu saja, akses internet makin mudah, harga gadget juga makin murah. Aneka jenis game online juga bertebaran di internet.

Apakah anak-anak ini dibiarkan saja?

Atau hanya diputus saja, dilarang begitu saja?

Saya punya pengalaman betapa menderitanya anak-anak penggemar game yang dilarang untuk membuka komputernya. Sangat tertekan secara emosional.

Maka, hadir untuk mengenalkan hal lain yang bisa dilakukan selain main game di HP atau laptop, adalah niat yang saya punya saat ini.

Di KELASKU DIGITAL, saya membuka kelas online untuk anak-anak belajar coding dengan Scratch Programming.

dan juga kelas online belajar coding membuat website,

Saya mulai kelas coding kids ini, secara tatap muka sejak 2018. Namun baru mulai membuka kelas onlinenya di bulan Ramadhan tahun 2019 kemarin. Hasilnya adalah anak-anak bisa mengikuti kelas belajar coding secara online. Dan jika hadir sepenuh hati untuk memahami mereka, maka sedikit demi sedikit mereka akan paham bahwa mereka aman dari tudingan sebagai pecandu game yang tidak berguna. Juga mereka tahu cara lain melakukan sesuatu, membuat sesuatu seperti game, animasi dan dongeng interaktif dengan Scratch Programming atau tools lain, dengan kegemarannya bermain game itu.

Menghadapi generasi sekarang, intinya kita harus hadir untuk mereka. Bukan sedikit-sedikit menuding mereka dan membatasi geraknya. Kita yang harus belajar banyak hal.

Semoga menginspirasi.

Tidak ada komentar

Thanks For Your Comment :)