Tampilkan postingan dengan label womenhood. Tampilkan semua postingan

Disambangi 3 Founder My Sister’s Fingers | Komunitas Crafter di Surabaya

Tidak ada komentar


Saya ingatnya pertama kali bertemu mereka, sekitar tahun 2012 saat di Kebun Bibit Surabaya. Acara belajar sharing bareng gitu, saya kebagian mengajari atau demo juga cara membuat cincin dari kawat tembaga atau disebut juga wire jewelry. 

Hari itu, Kamis 26 Mei 2022, 10 tahun kemudian baru kami berjumpa tatap muka lagi. 

Haru banget mereka mau main ke rumah saya di daerah Surabaya Barat. Yang notabene jauh banget dari rumah mereka di Surabaya Timur dan Sidoarjo. 

Seneng dan haru. Ditambah sungkan. Karena yang notabene memberi suguhan adalah mereka ya. Ada yang bawa krupuk 2 plastik gede. Ada yang bawa ayam bakar lengkap dengan sayur dan nasinya. Pasti juga sambal. 

Jadi saya cuma kebagian menyediakan air putih dan beberapa mainan untuk anak kecil yang ikutan. Untung saja kemarin iseng saya beli mainan lego dll. 

Mbak Rina, Mbak Ririe dan mbak Nikma berbagi cerita sambil menyampaikan keinginannya memberi ilmu baru untuk komunitas MSF. 

Lebih banyak ingin memasukkan unsur digital marketing  dalam materi edukasi ke crafter nanti. 

Alhamdulillah. Pengalaman saya malang melintang jadi Trainer Gapura Digital (yang mengajarkan konsep digital marketing untuk UMKM pemula), mentor startup juga guru coding, bisa jadi bahan wawasan baru untuk anggota MSF ini. 

Badan saya rada meriang sebenarnya, karena kemarin terlalu ngoyo mindahin mebel jati di rumah. Demi menyediakan ruang duduk yang nyaman untuk mereka :)

Kedatangan 3 crafter ini memberikan suntikan semangat sekaligus nostalgia ingat jaman perjuangan mencari jati diri. Dari jualan jilbab online, belajar otodidak bikin asesoris handmade, belajar bisnis dan digital marketing juga coding dst. 

Makin menarik ketika disebutkan nanti saya bisa ikutan main ke sekolahannya mbak Rina yang jadi guru craft di SMKN 12 Surabaya. Atau ke UNESA tempat mbak Ririe mengajar jadi Dosen Sastra. Begitu juga main di tempat workshop membuat sepatu handmade mbak Nikma Basyar yang sudah masuk ranah ekspor. 

Kedatangan 3 orang penting di Surabaya, terutama area craft atau kerajinan tangan, membuat saya merasa ternyata diri ini berharga. Apalagi sudah 10 tahun tak bersua, mereka sukarela datang ke rumah. 

Semoga bisa saling memberikan manfaat. Amiin. Barakallah. 


[womenhood] Emak Go Digital Kok Gaya Hidup Masih Konvensional ?!

Tidak ada komentar
Pada suatu hari saya menemukan satu postingan ini, tentang perempuan Palestina. Saya tertegun beberapa saat ketika membaca satu demi satu keterangan foto di dalamnya.


instagram

Inti dari postingan ini adalah:
Tentang Perempuan Palestina
1. Di Palestina wanita berlomba melahirkan generasi mujahiddin
2. Mereka bangga dari rahimnya lahir para pejuang yang mati syahid
3. Perempuan Palestina tidak kenal ke Mall dan tempat wisata
4. Bagi mereka medan jihad adalah "mall" dan tujuan wisatanya adalah akhirat
5. Di Palestina, kaum perempuan tidak lagi memikirkan kesibukan duniawi
6. Mereka memikirkan kontribusi apa yang bisa disumbangkan untuk Al Aqsha
7. Di Palestina, perempuan tidak minta perhiasan duniawi.
8. Karena mereka yakin, mereka sendiri adalah perhiasan dunia akhirat
9. Perempuan Palestina tidak pernah sibuk  memikirkan "krim" atau  "bedak" apa yang dapat memutihkan wajah.
10. Karena mereka yakin wajah mereka bersinar karena cahaya surgawi.

Wih membaca satu demi satu caption foto di postingan ini, rasanya makjleb di hati. Apalah diri ini? seperti remahan rengginang sisa lebaran yang tercekat di sudut kaleng Kong Guan?
Kecil banget.

Ulasan singkat itu juga mengingatkanku pada sosok para pahlawan perempuan jaman negara Indonesia ini belum merdeka. Mereka yang membantu para pejuang kemerdekaan dengan segala caranya. Seperti Srikandi Malahayati, Cut Nya Dien, Nyi Ageng Serang, Cut Meutia, dan lain sebagainya. Mereka pun pasti punya prinsip hidup seperti para perempuan Palestina. Tidak memikirkan printilan hidup duniawi dan hanya fokus berbuat sesuatu untuk negeri ini, untuk kemanusiaan dan untuk mewujudkan peng-Hamba-annya kepada TUHAN.

Hampir semua poin  di postingan instagram itu mengobrak-ngabrik hati saya. Namun hal itu juga membuat saya tersenyum lega. Seperti datang seorang Perempuan Palestina yang menepuk-nepuk pundak saya, memberikan penguatan sambil berkata, "Hai Heni, cara hidup yang kau pilih dan kau jalani ini, tidak salah". Lalu spontan saya curhat-curhatan di status whatsapp saya itu, sambil mojok di atas kasur, membatalkan niat menulis sesuatu di buku catatan sebelum tidur.


Inilah hasil semua screenshoot-nya, semoga menjadi sekadar masukan untuk sahabat sekalian tentang kehidupan.

















Ya, dari tiap kotak-kotak itu, anda pasti akan bisa menduga bagaimana saya ini menjalani hidup.
Lucu memang, karena sering orang mengira saya ini adalah perempuan alias emak-emak yang sangat aktif, pergi ke sana ke mari. Pagi, siang, malam bisa keluar untuk hangout, meeting, kerja atau apalah-apalah. Bisa cabut kapan saja untuk mengurus semua keperluan. Gaya hidup kekinian, begitulah kiranya.

Ternyata beda banget. Saya sering dibilang sebagai emak jadul. Sudah kelar kerjaan, langsung pulang. Nggak pakai stay sebentar untuk cangkrukan. Paling banter mandek sebentar untuk sekadar foto-foto di tempat yang bagus untuk diposting di instagram.

Dulu, saya pun resah dengan keterbatasan yang saya miliki ini. Sempat saya ikuti gaya hidup kekinian teman-teman yang baru saya kenal. Tapi saya resah. Hadir namun hati gelisah. Sering menggumam dalam hati, di tengah mall atau hotel atau restoran dan cafe yang mentereng itu, batin saya terus menerus bertanya, "Heni, kamu di sini untuk apa?". "Heni, sebandingkah ini semua dari pengorbananmu meninggalkan rumah?". Bisikan-bisikan semacam itulah yang terus menerus berputar di telinga batin saya.

Sampai akhirnya saya lelah melawan diri sendiri. Maka saya memilih berhenti menjadi kekinian dalam pergaulan. Saya menarik diri dari beberapa hal yang membuat saya resah. Saya bertanya berulang-ulang kepada TUHAN,...

"Ya Alloh SWT, saya harus bagaimana? apa tujuan KAU ciptakan diri ini? tugas apa sebenarnya aku hidup di dunia ini? tolong tunjukkan..."
Dan satu per satu jawaban itu pun ditunjukkan. Sampai akhirnya saya yang selalu berdiskusi dengan suami meyakini, bahwa tugas saya adalah di bidang pendidikan.

"Sudah ma, harus makin fokus sekarang. Kegiatan tidak terkait, lebih baik ditinggalkan. Waktu kita tidak banyak. Sampai kapan kita hidup, nggak ada yang tahu." Seperti itulah ucap suami saya. Dan saya yakini kebenarannya.

Maka, saya pun semakin yakin untuk KEMBALI KE RUMAH. Dan berusaha keras mencari cara agar dari rumah, saya masih bisa berkarya.

Mungkin saya harus keluar rumah, tapi itu untuk mengajar atau belajar atau terkait hal keduanya.

Mungkin saya juga ingin jalan-jalan, senang-senang, bercengkerama ringan, tapi itu jika semua urusan keluarga beres dan suami saya berkata Yess.

Istri zaman now, kok masih nurut suami?
Ah, kalau Alloh SWT dan Rasulullah Muhammad SAW tidak menganjurkan hal ini, ya nggak mungkinlah saya turuti.

Naif banget? iya kadang saya dinilai begitu.

Tapi ternyata pilihan hidup saya, menjadi satu hal yang bisa menguatkan beberapa perempuan lainnya. Terutama mereka yang baru memutuskan keluar dari pekerjaan dan menjadi ibu rumah tangga. Silahkan disimak beberapa tanggapan ini:







Apakah anda mengalami hal yang sama?